[FF-Oneshoot] Dumbest-Point

Author: Clora Darlene

Length: One Shoot

Rating: PG-15

Genre: Romance

Main Cast: EXO-K’s Oh Sehun, GG’s Im Yoona

Pairing: SeYoon/HunYoon

Disclaimer: This FF is obviously pure belong to me. The storyline is mine. Don’t dare to copy-paste this stuff without my knowing.

***

            “Hey! Sadarlah! Ini semua sudah jelas. Apa yang kau lihat dan apa yang kulihat itu adalah fakta. Apa yang kau dengar dan apa yang kudengar adalah kenyataan. Kau tidak bisa diam seperti anak idiot” Perempuan bernama Kwon Yuri itu setengah berteriak, meneriaki teman baiknya yang duduk di hadapannya.

Perempuan dengan paras cantik yang duduk di hadapan Yuri itu menaruh kembali cangkirnya di atas sebuah meja coffee break. “Aku tahu”

“Kau tahu, kau tahu, kau tahu, aku juga tahu! Ayolah, jangan memancing emosiku dengan bertindak tolol seperti ini” Yuri terlihat kesal, sedikit emosi dengan tingkah laku temannya yang hanya diam saat kekasihnya dengan jelas sekali jalan bersama perempuan lain.

“Jadi, kau punya saran untukku? Saran apa yang harus kulakukan?” Yoona melihat Yuri.

“Kau dulu menyelamatkan hubunganku dengan Tao, tapi sekarang kau bahkan tidak bisa menyelamatkan hubunganmu sendiri?” Yuri memasang tampang ketidakpercayaannya.

Yoona terdiam, berpikir keras. Mengolah setiap kata-kata yang baru saja keluar dari mulut teman baiknya itu. “Dia berhak berteman dengan siapa saja” Bantah Yoona pelan.

“Sebenarnya, kau membelanya, bukan?” Yuri mengambil kesimpulannya sendiri. “Inti dari semuanya adalah kau mempertahankannya. Dengan cara apapun, kau tetap mempertahankannya sebagai milikmu

Yoona terkekeh hambar. “Kau salah” Yoona menatap mata Yuri sayu. “Aku tidak mempertahankannya dengan cara apapun. Aku memaksauntuk mempertahankannya”

“Siapa lulusan terbaik Seoul Arts High School?” Tanya Yuri tiba-tiba.

“Aku” Jawab Yoona singkat.

“Kau mahasiswi Dongguk University?”

“Ya”

“Jika kau memang pintar, apa perbedaan kekasih dan budak?” Tanya Yuri pelan.

“Jelas dan besar sekali perbedaannya” Jawab Yoona menggantung. “Kekasih adalah mereka yang berjalan di sebelahmu, sedangkan budak adalah mereka yang tunduk kepadamu”

“Kau salah” Ucap Yuri dengan nada mantapnya. “Dalam hal ini, kekasih dan budak terlalu tipis bedanya” Yoona mengerutkan keningnya. “Kau bukan orang yang bisa dia sakiti kapan saja, kau bukan orang yang bisa dia buang kapan saja, dan kau juga bukan orang yang menjadi second option-nya. Kau bukan orang itu. Kau bukan budaknya”

“Jangan bertindak seperti orang bodoh, Yoona” Lanjut Yuri.

Yoona terdiam sejenak lalu terlukis senyum di wajah cantiknya. “Kau tahu, aku baru saja mengambil kesimpulan atas observasiku hari ini” Yoona menelan ludahnya. “Bahwa setiap manusia akan bertemu dan berada di dalam titik terbodohnya” Senyum lebar itu menandakan kepuasannya, kepuasan atas hasil kesimpulannya.

“Mungkin kau lelah mengatakannya brengsek, dan mungkin kau lelah menceramahiku panjang lebar. Tapi akhirnya, aku tetap mencintainya. Titik terbodoh” Yoona tersenyum lebar. “Ini bukan masalah timbal-balik, bukankah tidak selamanya hubungan percintaan itumutualisme?”

***

            Sepuluh jam pasca tengah malam.

Yoona terdiam di atas tempat tidurnya, memeluk kedua lututnya dalam keheningan kamarnya yang sederhana tapi penuh warna. Tirai biru jendelanya ia turunkan, melarang sinar matahari yang sedang bersinar cerah menerangi kamarnya. Yoona hanya terdiam, memikirkan beberapa hal lalu kembali mengingatkan dirinya bahwa ia harus tetap stay positive thinking.

Yoona menempelkan ponsel putih di telinga kirinya saat benda itu berdering. “Dia baru saja pergi, maksudnya tentu saja bersama perempuan California itu” Ucap Yuri di ujung sana. Tanpa berkata apa-apa, Yoona segera memutuskan hubungan komunikasinya bersama perempuan bermarga Kwon itu lalu melangkahkan kakinya menuju lemarinya dan segera berganti baju.

***

            Sebelas jam pasca tengah malam.

Im Yoona memakirkan mobil putihnya di depan sebuah restauran Jepang yang berada di pusat kota. Sebuah restauran yang sudah terkenal. “Annyeonghaseyo, bibi” Yoona tersenyum lebar lalu membungkukkan badannya.

“Yoona!” Bibi Yukino, seorang perempuan yang beradarah asli Jepang, seseorang yang telah menganggap Yoona seperti anaknya sendiri setelah anak perempuan semata wayangnya meninggalkannya. Saat Tuhan lebih menginginkannya ketimbang perempuan yang telah melahirkannya. “Bagaimana kabarmu? Sudah lama sekali kau tidak datang ke sini. Kau sedang sibuk kuliah?”

“Ne. Para dosen sedang gencar-gencarnya memberi kami tugas” Yoona terkekeh pelan. “Bagaimana kabar bibi? Dan Paman Rogue?” Tanya Yoona balik.

“Tidak ada yang terjadi” Jawab Bibi Yukino dengan senyum yang terlukiskan di wajahnya. “Kau datang sendiri? Mana Sehun dan Yuri?”

“Ah, orang dua itu” Yoona tertawa kecil. “Kurasa mereka sekarang sedang mendengarkan ceramah manis para dosen”

“Apa kau sempat sakit? Kau terlihat sedikit lebih kurus dan pucat” Ucap Bibi Yukino dengan nada khawatirnya dan keningnya mengerut.

“Aku baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan” Yoona tersenyum, memberikan isyarat bahwa dia memang baik-baik saja. “Bibi, aku ingin memesan Sushi” Yoona tetap tersenyum lalu menggigit bibir bawahnya kecil. “Sushi kesukaan Sehun”

***

            Dua belas jam pasca tengah malam.

Yoona melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartemen Sehun. Apartemen itu tidak besar, tapi terkesan luas dengan tidak terlalu banyaknya barang yang disimpan Sehun. Bagian terbaik dari apartemen Sehun adalah jendela besar yang berada di ruang tengah. Dari jendela tersebut dapat terlihat pemandangan Kota Seoul yang tidak pernah tidur. Itulah pemikiran Yoona.

Yoona memindahkan Sushi yang baru saja ia beli ke sebuah piring putih yang lumayan besar. Dengan hati-hati, perempuan itu kembali melangkahkan kakinya dan menaruh piring putih berisi Sushikesukaan kekasihnya itu di atas meja yang berada di ruang tengah. Yoona tersenyum, entahlah banyak arti yang terpancar dari senyumnya. Bukan hanya kepuasan atau kebahagian semata. Tapi harapan yang besar dalam kemungkinan yang kecil terlihat jelas sekali dari senyum perempuan itu di dalam kondisinya saat ini.

***

            Dua puluh dua jam pasca tengah malam.

Yoona duduk terdiam di sofa hitam milik Sehun, melihati Sushi yang berada di hadapannya dengan tatapan kosong. Matanya sudah terlihat sayu dan entah hal apa yang sekarang sedang berkeliaran di dalam pikirannya.

Ia terlalu banyak berharap. Pikirnya singkat.

Ia terdiam di ruang tengah apartemen kekasihnya yang gelap. Tidak ada lampu menyala dan Yoona membiarkan tirai jendela tetap terbuka. Membiarkan lampu gedung-gedung pencakar langit Kota Seoul yang masih hidup yang menerangi ruangan gelap itu.

Sudut pandangnya memancarkan kekecewaan yang terlalu dalam bercampur dengan harapan yang sudah musnah begitu saja. Dadanya terasa sesak. Seperti setiap hembusan nafasnya membawa seribu Pedang Damascus yang langsung menusuk jantungnya. Memberi kesakitan di atas setiap hembus nafasnya yang pelan.

Yoona mengambil sebuah kertas biru di dalam tasnya lalu menuliskan beberapa kata di atasnya.

***

            Oh Sehun, seorang mahasiswa Dongguk University baru saja menginjakkan kakinya kembali di apartemennya. Gelap, itu adalah pemikiran pertamanya saat menutup pintu apartemennya. Tentu saja, siapa yang akan menyalakan lampu jika ia hanya tinggal sendiri? Pikirnya lagi. Sebelum jari lentiknya menyentuh saklar lampu, mata laki-laki itu menatap sebuah benda yang berada di atas mejanya.

Ia melangkahkan kakinya mendekati benda tersebut dan membiarkan apartemennya tetap gelap.

Ia tahu bau ini! Pikirnya.

Sesuatu yang menjadi kesukaannya. Tanpa melihat dan hanya mencium baunya, ia sudah tahu bahwa ini adalah makanan kesukaannya, Sushi. Sehun meraih sebuah kertas biru yang berada di sebelah piring putih tersebut, membelakangi jendela besar tersebut agar sinar lampu gedung-gedung pencakar langit itu tertuju pada lembaran biru itu.

To: Oh Sehun.

            Selamat malam dan selamat bertemu dengan tanggal 20 Maret untuk ketiga kalinya, querido. Selamat tanggal 20 ke tiga puluh enam kalinya semenjak kau bersamaku dan aku bersamamu.

 

 

From: Feo- Ciervo.

Laki-laki itu terdiam membeku setelah membaca kata-kata yang dirangkai tersebut. Tentu saja perempuan itu dapat masuk ke dalam apartemennya. Perempuan itu tahu password apartemennya. Atau, perbaikan kata-katanya adalah perempuan itu tahu segalanya tentang dirinya.

Laki-laki itu masih terdiam dan menatapi Sushi tersebut.

Ia…melupakannya.

Sehun merogoh saku celananya saat ponsel hitamnya berdering. “Yoboseyo?”

Sehun-ah!” Panggil seorang perempuan di ujung sana dengan nada cerianya. “Gomawo telah menemaniku hari ini” Perempuan itu terkekeh pelan. “Jangan lupa besok, ne. Ah, aku tidak sabar. Besok kita akan ke tempat dimana kita sering pergi bersama dulu” Perempuan itu kembali tertawa.

“Ne, arasseo. Aku tidak akan lupa, feo” Ucap Sehun pelan.

Jaljayo, Sehun-ah” Beberapa detik kemudian, hubungan komunikasi keduanya terputus. Sehun menaruh ponselnya di atas meha dan masih memegangi kertas hijau itu. Ia mengutuk dirinya sendiri dengan keras.

***

            Im Yoona melihat atap kamarnya dengan pandangan kosong dan otak yang sedang berpikir keras. Saat ini yang ia inginkan hanyalah membuat kondisi ini jelas, bukan menginginkan penjelasan. Sudah tiga jam pasca tengah malam, tapi mata indah perempuan itu tidak menutup. Belum ada rasa kantuk yang menjalari tubuhnya, yang ada hanya rasa lelah.

Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, seperti menyuruh dirinya untuk sadar.

***

            Yoona melangkahkan kakinya di halaman universitasnya dan tiba-tiba Yuri sedang berlari terburu-buru kepadanya. “Perempuan itu! Kau tahu, maksudku aku tahu! Oh, astaga. Aku butuh tabung oksigen” Yuri menghelas nafasnya yang terangah-engah sambil memegang pundak Yoona sebagai tumpuannya.

“Aku akan mencari tahunya sendiri. Jangan memberitahuku” Yoona terkekeh hambar.

Yuri melihat Yoona dengan tatapan kesalnya. “Sejak kapan berubah menjadi makhluk menyebalkan seperti ini?”

“Aku? Menyebalkan? Aku terlalu polos, Yul” Yoona memeletkan lidahnya lalu berjalan menuju parkiran dan masuk ke dalam mobilnya.

Ia terdiam sejenak sebelum menyalakan mobilnya. Tadi, beberapa detik lalu, jika ia membiarkan Yuri menyebutkan identitas perempuan California itu… Yoona menghentikan pemikirannya, membiarkan pemikirannya menggantung tanpa jawaban yang pasti. Yoona meraih ponselnya yang ada di dalam tasnya, dan tiba-tiba tangannya menjadi dingin setelah melihat nama yang tertera pada layar ponselnya.

“Yoboseyo?”

Hey, selamat tiga puluh enam bulan lebih sehari” Ucap Sehun di ujung sana langsung to the point.

Yoona tersenyum kecil. “Kurasa Sushi itu menjadi tidak enak karena terlalu lama di udara luar”

Tidak apa-apa. Eodieseo?”

“Aku masih di universitas. Wae?” Tanya Yoona balik.

Kau bisa datang ke apartemenku?”

“Ada apa?”

Berhenti balik bertanya, feo” Gumam Sehun sambil terkekeh pelan.

***

            Yoona berdiri di depan pintu cokelat apartemen Sehun lalu menekan beberapa tombol angka yang menjadi password apartemen laki-laki itu.

“Selamat datang” Baru saja Yoona membuka pintu cokelat itu, Sehun sudah berdiri di hadapannya sambil menyodorkan sebuah buket bunga mawar yang cukup besar. “Sudah kukatakan, selamat tiga puluh enam bulan lebih sehari” Sehun tertawa kecil.

“Kau ingin mengatakan selamat tanggal 21?” Yoona tertawa lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartemen kekasihnya itu sambil menggenggam buket bunga itu. Yoona kembali tertawa saat laki-laki itu mengajaknya ke ruang makan. “Kau tidak memasak ini semua”

Sehun memutar bola matanya dengan senyum yang masih mengembang. “Aku tahu kau merindukan Kyungsoo”

Yoona melihat Sehun dengan sendok yang sudah masuk ke dalam mulutnya. “Dia.. di sini?”

“Dia pulang beberapa menit lalu” Sehun tertawa jahil.

“Kau tahu aku merindukannya, tapi kau membiarkannya pulang” Rengek Yoona sambil memegangi sendoknya. “Jadi, apa yang membuatmu melakukan hal ini?” Yoona terkekeh pelan.

“Aku ingin menghabiskan waktuku bersama kekasihku. Kau mengenalnya?” Lagi, Sehun tertawa.

“Kekasihmu? Apa aku mengenalnya?” Tanya Yoona sambil memakan es krimnya.

“Kau tidak mengenalnya?”

“Beritahu aku dia seperti apa” Pinta Yoona.

Sehun memiringkan kepalanya sedikit dengan senyum misterius dan mata yang melihati Yoona yang sedang memakan es krim. “Jika dia tidak cantik, dia tidak akan menjadi kekasihku”

Yoona mengerutkan keningnya. “Jadi, dia hanya..cantik?”

Sehun kembali tertawa kecil. “Tinggi 172 sentimeter, rambut hitam kecokelatan sepunggung, eye-smile-” Sehun menghentikan ucapannya lalu kembali tersenyum dan menatap mata Yoona dalam. “Dia mempunyai mata yang bagus. Perlu kukatakan matanya indah?” Sehun tertawa.

“Kau belajar kata-kata romantis dari Kai?” Yoona tertawa.

“Aku membuatnya sendiri” Gumam Sehun masih tetap tersenyum lalu berdiri dari kursinya. “Aku harus ke toilet” Beberapa detik setelah itu, laki-laki itu telah menghilang.

Yoona terdiam sejenak. Ada dua perasaan yang bertolak belakang sedang bergejolak di hati dan pikirannya. Ia hanya mempunyai sedikit waktu, ia tahu jelas tentang yang satu itu. Dengan cepat Yoona segera melangkahkan kakinya dan berjalan menuju ruang tengah, meraih ponsel Sehun dan membuka folder pesannya.

Aku tahu ini melewati batas, menjijikkan, dan aku juga membenci bahwa aku menyadari perbedaan tipis antara kekasih dan bodyguard, tapi sungguh aku-

Pemikirannya terhenti.

To: Tiffany Hwang

            Aku baik-baik saja. Jangan terlalu mengkhawatirkanku, feo.

Yoona kembali menaruh ponsel Sehun di meja dan segera meraihremote TV dan menyalakan TV. Tangannya bergetar setelah membaca satu kata-

“Ada apa?” Tanya Sehun yang sudah berdiri di sebelah Yoona.

“Apa kau tidak mendengar beberapa perusahaan bangkut akibat kebijakan pemerintah yang baru?” Tanya Yoona balik sambil melihat Sehun dengan tatapan polosnya.

“Kau sudah tahu, aku membenci berita bisnis yang dicampuri dengan politik” Gumam Sehun sambil merebut remote hitam itu dari tangan Yoona pelan dan mematikan TV. “Kau tidak lapar?”

***

            Yoona memegangi setir mobilnya dengan tangannya masih sedikit bergetar dan mulai mendingin. Jika ia mempunyai cukup tekad, ia akan membuktikan hal nekat ini. Ia telah memikirkan segela resikonya, bukankah hidup ini juga harus dibarengi dengan resiko?

Yoona menjaga kecepatan mobilnya dan menjaga jarak mobilnya di antara mobilnya dan mobil Sehun. Mengikuti laki-laki itu tanpa sepengetahuannya.

Dalam perjalanan, Yoona terus berperang bersama pikiran dan hatinya. Ia mengatakan akan mencari tahu sendiri siapa perempuan itu, dalam arti tidak senekat ini. Tapi, ia sudah setengah jalan. Yang benar saja, dirinya membuat dirinya sendiri bingung!

Yoona menginjak rem mobilnya saat mobil Sehun terparkir lurus di parkiran Namsan Tower atau N Seoul Tower. Yoona terdiam sejenak di dalam mobilnya, memasang tajam matanya. Dan entah, seketika waktu terhenti begitu saja dan kembali seribu Pedang Damascus itu tertancap rapih di jantung merahnya.

Seorang perempuan berambut merah tersenyum lebar dan langsung memeluk Sehun dan merangkul lengan laki-laki itu.

Ya, aku benci. Aku… Aku benci saat ada seseorang yang membuatmu tersenyum seperti… kau tersenyum padaku sebelumnya. Ya, aku egois.

Yoona kembali berperang dengan pikiran dan hatinya. Tapi, saat ini hanya satu argumen yang ia yakini. Seperti hasil dari pencampuran antara pikiran dan hatinya, ia benci melihat Sehun bersama perempuan lain dalam kondisi seperti ini walaupun ia tahu itu hak Sehun untuk berteman dengan siapa saja! Well, kalau mereka memang berteman dan Yoona sedikit meragukan itu.

Yoona terus memasang mata tajamnya dan tubuhnya seperti belum siap menerima hal yang baru saja ia lihat. Well, mungkin…itu…selcayang…bagus.

Sehun, laki-laki yang mengenakan kemeja hitam dan blazer hitam itu merangkul pinggang perempuan-berambut-merah itu dan menempelkan kepala mereka berdua dan tersenyum manis ke arah kamera yang dipegang si perempuan-berambut-merah tersebut.

Yoona menghembuskan nafasnya dan menggenggam tangannya sendiri lalu menutup matanya. “Kenapa kau mengikutinya, bodoh. Kau tidak cukup pintar Im Yoona, kau bodoh. Kau idiot. Kau bodoh. Bodoh. Bodoh”

Dua jam kemudian, Sehun dan perempuan yang telah mengenakan blazer hitam Sehun itu keluar dengan membawa beberapa kantung plastik putih. Dan butuh satu menit untuk Yoona menyalakan mobilnya dan kembali mengikuti mobil hitam Sehun. Perempuan itu. Jelas sekali. Duduk di kursi penumpang di sebelah kursi pengemudi. Dengan kata lain, tentu saja perempuan-berambut-merah itu duduk di sebelah Sehun.

…I saw you holding hands, standing close to someone else. Now I sit all alone, wishing all my feelings was gone-” Yoona langsung mematikan radio mobilnya.

“Sialan” Umpat Yoona tajam.

Dan lagi, Yoona memakirkan mobilnya dengan sempurna di sebuah taman di Daehangno District. Taman Marronnier.Yoona memberanikan dirinya untuk keluar saat ini. Dengan mengenakan jaket beserta tudung jaketnya, sebuah masker dan kacamata hitam. Yoona memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaketnya dan berjalan menunduk dengan sudut mata yang terus mengikuti gerak-gerik Sehun dan si perempuan-berambut-merah itu.

“Ya, ya, ya. Aku bodoh” Gumam Yoona tidak jelas sambil duduk di sebuah bangku yang membelakangi bangku Sehun dan perempuan-berambut-merah itu. Yoona kembali menghembuskan nafasnya, mengutuk dirinya ribuan kali.

“…querido” Yoona terkesiap, setelah mendengar kata terakhir yang keluar dari mulut perempuan itu. Ia menahan dirinya untuk membalikkan dirinya. Tidak, ia tidak salah dengar! Querido! Hanya dia seorang yang boleh mengucapkan kata itu di hadapan Sehun!

Que…rido?

Setengah badan Yoona terasa lemas. Tapi, setidaknya hal ini membuat kondisi akan semakin jelas.

“Aku akan membeli gula kapas. Kau mau?” Tanya perempuan itu. Untuk pertama kalinya, Yoona dengan fokus mendengar ucapan perempuan itu. Nada suaranya…ceria.

“Aku akan menunggu di sini. Hati-hati” Balas Sehun yang Yoona yakini seratus persen bahwa laki-laki itu sedang tersenyum.

“Arasseo. Aku bukan anak kecil yang akan tersesat ke taman bermain”

“Hey, kau dulu pernah tersesat ke taman bermain, feo” Sehun tertawa.

Yoona terdiam. Dulu? Jadi perempuan ini datang dari… masa lalu Sehun? Ini terlalu dramatis.

Setelah memastikan perempuan-berambut-merah itu telah pergi, Yoona melepaskan masker-nya dan kacamatanya dengan penuh keyakinan atas keputusan yang telah ia buat beberapa detik lalu.

“Jadi, siapa dia?” Tanya Yoona lirih, bersandaran pada bangku taman dan menatapi dedaunan yang berguguran di hadapannya.

Sehun langsung membalikkan badannya. Ia tahu jelas suara ini!

“Yoo..ngie?”

Yoona membalikkan badannya. “Kukira hanya aku saja yang menyandang Feo itu. Tapi, ternyata kau memberi gelar itu kepada perempuan lain”

“Kau… Kau mengikutiku?!!!” Sehun setengah berteriak dan seketika berdiri.

Yoona juga ikut berdiri, membiarkan kedua kaki kecilnya menompang dirinya. “Ini bukan masalah aku mengikutimu atau tidak. Tapi, bagaimana masalah ini akan selesai. Aku tidak butuh penjelasanmu, aku hanya membutuhkan jawabanmu untuk memperjelas ini semua”

“Sejak kapan kau mengikutiku?!!!” Lagi-lagi, Sehun setengah berteriak di hadapan Yoona dengan memasang tampang marahnya.

“Mianhae, karena telah melewati batas. Sejak pertama kali kau meninggalkan apartemen tadi dan mengatakan kau akan berkumpul bersama Kai, Chanyeol, Kris dan Lay” Jawab Yoona tenang. “Tiffany Hwang. Jadi dia perempuan California itu? Dia yang membuat suasana canggung diantara kita?”

“Kau salah-”

“Kau membelanya” Potong Yoona.

“Hai” Yoona terkesiap saat perempuan-berambut-merah itu tiba-tiba datang dengan senyum manis sambil menggenggam dua gula kapas. “Ada apa?” Tidak ada yang menjawab. “Apa kau Im Yoona? Kekasih Sehun?”

Perempuan ini tahu hubunganku dengan Sehun.

“Aku Tiffany Hwang” Perempuan itu menyodorkan tangannya dengan senyum yang masih terlukis indah di wajahnya.

Tiffany Hwang, positif memiliki eye-smile.

            Yoona tersenyum lalu menyodorkan tangannya. “Hai, selamat datang di Korea. Kudengar kau dari California?” Yoona melepaskan tangannya dari jabatan Tiffany dengan pelan.

“Ya, aku dari California. Jadi, kau Im Yoona?”

Senyum Yoona masih mengembang indah. “Aku Calista. Aku teman Sehun. Kurasa Yoona sedang sibuk di universitas”

“Ah, kukira kau Im Yoona. Aku penasaran sekali dengan perempuan itu” Tiffany terkekeh, menunjukkan eye-smile-nya yang indah.

“Wae? Kenapa kau penasaran sekali?” Yoona ikut terkekeh, berakting semua ini baik-baik saja.

“Beberapa orang yang tahu tentang dirinya mengatakan dia sangat cantik, terlalu cantik dan dia baik. Dan juga dari namanya, Im Yoona, bukankah itu berarti anak kecil tanpa dosa? Ah, aku ingin sekali bertemu dengan perempuan itu” Ucap Tiffany ceria dengan senyum yang masih mengembang di wajahnya.

***

            Sehun membanting pintu apartemennya dengan keras. “APA MAKSUDMU MENGIKUTIKU?!!!”

Yoona membalikkan badannya. “Bukankah aku telah menje-”

“BERHENTILAH BERSIKAP TENANG!! APA YANG SEBENARNYA KAU INGINKAN! PERMAINAN APA YANG SEBENARNYA KAU MAINKAN!”

Yoona mengatur nafasnya dan menutup matanya sebentar. Laki-laki ini…berteriak tepat di hadapannya. “Kau mengatakan ini permainan?” Yoona menarik tudung jaketnya dengan pelan. “Feo. Itu Bahasa Spanyol yang berati ‘jelek’. Kau memanggilku dengan sebutan itu, dan di sisi yang lainnya kau memanggil perempuan itu dengan sebutan yang sama juga. Permainannya adalah, siapa Feo-mu yang sebenarnya?”

Sehun mengerutkan keningnya.

“Kau tahu jelas bahwa aku tidak bisa marah besar sepertimu. Aku tidak bisa membanting barang-barang yang ada di sekitarmu” Ucap Yoona pelan sambil menatap mata Sehun sayu. “Tapi, yang sedikit membuat ini jelas saat kau memberitahuku ciri-ciri kekasihmu. Aku tidak mempunyai eye-smile, querido” Yoona tersenyum kecil. “Bayanganmu bukan aku, tapi seorang Tiffany Hwang. Ada bantahan?”

“Mengapa kau tidak memperkenalkan dirimu sebagai Im Yoona kekasih Oh Sehun? Mengapa kau memperkenalkan dirimu sebagai Calista teman Oh Sehun?” Sehun menatap tajam mata Yoona.

“Ah, itu” Yoona tersenyum hambar. “Tidak ada gunanya aku pentas di hadapan Tiffany sebagai seorang Im Yoona kekasih Oh Sehun, jika kau tetap melihatnya seperti kau melihatku. Kau tentu saja tahu bagaimana kau melihatku. Sebagai kekasihmu”

“Tidak ada gunanya menyembunyikan semua sampah kebohongan, Sehun-ah. Setiap sampah akan mengeluarkan baunya sendiri dan semua orang akan menciumnya. Apa yang kau lakukan sebelum membuang sampah itu?” Tanya Yoona.

Sehun terdiam.

“Kau menemukannya” Yoona menatap sayu mata Sehun. “Stop living a lie, querido

***

5 days later…

            Yoona terbangun terlalu pagi. Ia menatap atap kamarnya dengan tatapan kosong dan sayu. Ia ingat setiap detail, setiap detik, setiap kejadian hari itu. Bagaimana laki-laki itu mengatakan segelanya sebagai penjelasan. Dan bagaimana laki-laki itu menyebutkan keputusannya.

Apa ia selama ini hanya menjadi boneka laki-laki itu? Apa selama ini dia hanya pengisi kekosongan itu untuk sementara? Apa selama ini dia hanya second option laki-laki itu?

Yoona membalikkan dirinya, menyentuh bunga mawar merah yang diberikan laki-laki itu lima hari lalu. Bunga mawar itu sudah mulai menghitam, tidak menandakan mawar itu masih kuat bertahan hidup. Tapi, setidaknya setiap mereka yang hidup selalu berharap untuk tetap hidup.

Sama sepertiku. Aku membayangkan segalanya akan berjalan sempurna bersama Sehun. Aku membayangkan laki-laki itu akan menjadi yang orang yang tepat untuk menyempurnakanku. Tapi, bukankah tidak selamanya bayangan itu nyata? Bukankah bayangan itu sama seperti mimpi? Dan, bukankah mimpi itu sama seperti ilusi? Ilusi yang tidak selamanya menjadi nyata?

            Aku tahu ini bodoh, dan aku tahu Yuri akan mencaramahiku habis-habisa karena tidak mendengar apa yang ia katakan. Tapi, aku menyadari titik terbodohku.

            Mencintai seorang brengsek itu tidak salah dan tidak akan pernah salah. Tidak ada yang salah dari jatuh cinta.

Don’t let be someone be your priority; When you just their option.

Kalimat itu saja yang terngiang di telingaku, saat Yuri mengatakan itu tepat di hadapanku saat di coffee break beberapa hari lalu. Aku tidak bisa marah dan aku hanya bisa mengatakan, aku baik-baik saja menjadi pilihannya. Tidak peduli pilihannya yang ke berapa, tapi titik terbodohku adalah aku tetap mencintainya di jalanku sendiri. Dan aku menerima titik terbodohku itu.

            Aku mempertahankan seseorang yang mempertahankan orang lain. Aku menyayanyi orang yang menyayangi orang lain. Aku mencintai orang yang mencintai orang lain. Dan aku mempedulikan orang yang tidak bisa berhenti peduli kepada mantan kekasihnya.

Bulir air mata itu, mulai keluar dari mata Yoona. Tidak, kali ini dia tidak berniat membohongi dirinya sendiri. Dia, merasa kesakitan itu.

***

            Flashback.

“Dan, aku berencana untuk pindah ke California bersamanya. Maafkan aku. Jeongmal mianhaeyo

Tidak ada yang salah dalam meraih kebahagian kita sendiri. Jadi..kita sampai sini?

END

19 thoughts on “[FF-Oneshoot] Dumbest-Point

  1. Yonaa… tegar banget ya ampuuuun!
    Oh hai by the way! aku udah baca sequel FF ini di Exoshidae eh ga sengaja nemu WP empunya hihihi. suka nih, SUKA BANGET malah. juara!

    Like

  2. hey ini keren daebaaaaaakkk.
    aku suka karakter yoona dsini, tegar dan tenang. pkoknya keren bgt ff ini. two thumbs for author!^^

    Like

  3. OMG…
    Bikin nangis aja ff ini..
    author suka banget kalau yang sakit itu yoona??
    tp emg ngena banget si kalau yg sakit itu ceweknya..
    ahahhaah

    Like

Leave a reply to hyejin Cancel reply