It Was Always You

It Was Always You

[2/2]

by
Clora Darlene

Main Casts
Im Yoona | Oh Sehun

Supporting Casts
Xi Luhan | Tiffany Hwang Others

Length | Rating | Genre
Twoshots | PG-15 | Romance, Marriage Life

            “Oh Sehun imnida

Yoona membeku ditempatnya. Mulutnya berdesis pelan seiring matanya yang tak kunjung berkedip. “S-Sehun?”

“Maafkan―”

“SEHUN!” Yoona bangkit dari kursinya dengan ujung jari yang bergetar lalu menggebrak meja, matanya telah digenangi air mata dan mengejutkan seisi ruangan dengan tindakannya yang terkesan tiba-tiba.

“Ya, Nyonya Xi? Ada yang―”

“SEH―” Yoona baru saja menapakkan kakinya untuk berlari namun tertahan oleh tangan Luhan yang mencengkram lengannya dengan keras, membuatnya menoleh dan menatap Luhan dengan tatapan mata yang tidak mengerti.

Meeting hari ini kita tunda hingga ada informasi selanjutnya dariku. Gamsahamnida” Luhan menutup meeting tersebut dengan cepat dan tidak berpikir panjang, lalu menarik―menyeret, sebenarnya―Yoona keluar dari ruang meeting.

“Lu?! LUHAN APA YANG KAU LAKUKAN?!” Yoona memberontak dengan kasar dan keras, mencoba melepaskan lengannya dari cengkaraman tangan Luhan yang semakin lama semakin membuat lengannya terasa perih. Tapi, sepertinya kali ini Yoona kalah telak―Luhan terlalu kuat untuk dirinya. “LU!! LEPASKAN AKU!!”

Luhan akhirnya menghentikan langkahnya, tepat di depan mobilnya yang terparkir sempurna di underground parking area gedung perusahaannya. Yoona kelelahan dan membuat nafasnya menderu tidak beraturan, rasanya paru-parunya ingin meledak begitu saja. “Jika aku melepaskanmu, apa kau akan berlari mengejar laki-laki itu saat ini juga?”

“LEPASKAN AKU, LUHAN!!”

Luhan membuka pintunya dengan sekali tarikan cepat. “MASUK KE DALAM MOBIL, XI YOONA-SSI! SEKARANG!”

            “LUHAN!!”

BRAK! BRAK! BRAK!

“LUHAN! BUKA PINTUNYA!”

BRAK! BRAK! BRAK!

Yoona memukul pintu kamarnya dengan keras. Sangat menyedihkan, Luhan menguncinya di dalam kamarnya. Tanpa alasan yang jelas. Membiarkannya terpuruk sendiran di ruang yang terbatas. Membiarkannya seorang diri. Air matanya sudah bercucuran dan tangannya sudah mulai membengkak akibat memukul pintu kamarnya sedari tadi, meraung untuk meminta suaminya itu membukakannya pintu. Yoona tidak memiliki pilihan lagi, ia akhirnya terjatuh dan hanya mengandalkan sepasang lututnya yang sudah mulai bergetar untuk menompang tubuhnya. “Lu, kumohon padamu. Buka pintunya, Luhan. Jebal…”

“XI LUHAN!!!”

“Yoona?”

Yoona terkesiap mendengar seseorang memanggil namanya. Ia kembali berdiri lalu menempelkan telinganya pada pintu kamar. “Lu? Luhan? Kau disana?!” Suaranya meninggi namun bergetar, memastikan Luhan dapat mendengar suaranya yang sudah mulai menghabis.

“Ya, aku disini. Tepat di luar kamarmu”  Ucapnya lembut.

“Lu, k-kumohon padamu, buka pintunya. Luhan, jebal…” Yoona terisak lalu segera menghapus air matanya. “Lu, kau masih disana?”

“Aku tidak pernah pergi, Yoong” Jawabnya lagi. Terdengar sangat lembut dan mampu membuat telinga Yoona nyaman mendengar suara merdu nan khasnya.

“Bukalah pintunya, Lu…Kumohon…”

“Aku akan membuka pintunya jika kau berjanji satu hal kepadaku” Beritahu Luhan.

“Ya, aku akan berjanji. Aku akan berjanji” Ucap Yoona bersungguh-sungguh untuk meyakinkan Luhan. “Apapun yang kaupinta”

“Baiklah” Lalu terdengar suara pintu kunci diputar dan, cklek. “Yoong” Luhan langsung menarik Yoona dan memeluknya. Yoona terlihat sangat kacau. Rambut panjang yang ia gerai dengan cepat mengusut, kulit wajahnya dengan sekejap memucat dan make-up-nya luntur akibat disapu oleh air mata. “Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakitimu” Luhan mempererat pelukannya pada tubuh rapuh Yoona. “Maafkan aku”

Telapak tangan Yoona sudah memutih sedari tadi. Dingin, kaku, seakan tidak ada aliran darah yang melewati pembuluh di tangannya. Namun, tangan itu menepuk punggung Luhan lalu mengusapnya hangat. “Kau ingin aku berjanji apa?” Tanya Yoona berbisik. Sudah habislah suaranya kali ini.

            “Akan kuberitahu kau nanti. Sekarang aku hanya ingin memelukmu” Luhan tersenyum kecil lalu membenamkan wajahnya pada bahu Yoona, menghirup aroma khas parfum istrinya itu dan meyakinkan dirinya sendiri―bahwa ia tidak akan pernah kehilangan Yoona. Tidak akan pernah sekalipun, saat ini atau kapanpun ke depannya nanti.

            “Kau memasak ini semua?” Tanya Yoona lalu senyumnya mulai mengembang.

“Anggap saja seperti itu” Luhan menaikkan kedua bahunya dan mata rusanya membentuk bulan sabit dan akhirnya tertawa kecil.

“Dimana Daniel?” Yoona mengedarkan pandangannya. Sedari tadi ia tidak melihat anak laki-lakinya itu, mendengar suaranya saja tidak. Membuat Yoona bertanya-tanya keberadaan Daniel.

“Di rumah orangtuamu. Ibumu menelponku dan memintaku untuk mengantar Daniel ke rumah mereka”

Yoona menghela nafas lega. Syukurlah orangtuanya menerima Daniel, walaupun anak tersebut bukanlah anak kandung Yoona dan Luhan. Hanya seorang anak kecil laki-laki yang mereka adopsi di Inggris dan berhasil mencuri seluruh hati Yoona. “Jadi, kau ingin aku berjanji apa?”

Luhan memandang Yoona. Laki-laki itu cukup terkejut bahwa Yoona-lah yang menagih apa yang harus ia janjikan kepadanya. “Aku ingin kau berjanji bahwa kau akan melaksanakan janji pernikahan kita”

 

“…di saat senang ataupun sedih, kaya ataupun miskin, sakit ataupun sehat, mencintainya dan bersamanya hingga mau memisahkan”

 

Yoona tersenyum kecil. “Aku berjanji padamu”

Thank you” Luhan membasahi bibirnya sebelum kembali berbicara. “Ayahmu berbicara padaku saat aku mengantar Daniel tadi”

Yoona menoleh menatap Luhan yang duduk di hadapannya. Baru saja ia ingin menyentuh makan malamnya, namun ucapan Luhan mengurung niatnya. “Apa yang appa katakan padamu?”

“Dia mengatakan,” Luhan menelan salivanya. “Dia ingin membatalkan kontrak kerja dengan D&O, Inc.

Appa tidak dapat melakukannya” Gumam Yoona lalu menyendok makan malamnya dengan santai. “Lima puluh persen bagian perusahaan ada di tanganku dan lima puluh persen lainnya ada di tanganmu. Appa sudah memindahkan seluruh asetnya kepada kau dan aku secara sah, jadi dia tidak memiliki hak untuk membatalkan kontrak apapun. Kurasa, kau sudah tahu itu”

“Ya, aku mengetahuinya” Timpal Luhan pelan dengan suaranya yang rendah.

“Tanpa keputusan kita, tidak akan ada kontrak yang dibatalkan” Lanjut Yoona.

“Kau benar,” Luhan mengangguk pelan. “Itu mengapa aku mendukung keputusan ayahmu untuk membatalkan kontrak bersama D&O, Inc.

Tangan Yoona seketika berhenti menyendok dan ia berhenti mengunyah. Ia menatap Luhan dengan mulut yang terbuka kecil. “Apa maksudmu?”

“Sudah jelas sekali apa yang kumaksud. Aku memutuskan untuk membatalkan kontrak dengan D&O, Inc.” Jelas Luhan tegas.

“Kau tidak dapat melakukannya” Desis Yoona lalu menjatuhkan sendok beserta garpunya hingga menimbulkan suara denting dengan piring.

“Aku melakukannya karena aku dapat melakukannya” Tukas Luhan. Ia meletakkan sebuah map merah di atas meja dan menyodorkannya kepada Yoona lalu membukanya. “Kau tahu apa yang harus kaulakukan”

Yoona menatap Luhan tidak percaya. Apa yang merasuki laki-laki?! Pikir Yoona. Ia memandang kertas putih yang disodorkan kepadanya. Sebuah surat pernyataan pembatalan kontrak dengan tandatangan Luhan sudah tertera di atasnya. Yoona akhirnya membuka suaranya. “Aku tidak akan pernah menandatanganInya”

“Apa ini karenanya? Oh Sehun?” Tanya Luhan tidak perlu berbasa-basi.

Yoona mendongak dan kembali menatap Luhan. Mulutnya terkatup rapat. Ia tidak dapat menyanggahnya―karena itu benar. Karena Oh Sehun. Semua ini karena Oh Sehun. Oh Sehun yang tiba-tiba kembali dan masuk ke dalam kehidupan Yoona setelah sepuluh tahun berpura-pura mati. “Jika kau meminta keputusanku, tidak, Lu” Yoona bangkit dari kursi makannya dan berniat kembali ke kamarnya, namun Luhan bergerak lebih cepat dan mencengkram lengannya. “Lu, lepaskan. Aku ingin istirahat”

“Tandatanganilah, sebelum kejadian siang tadi terulang” Perintah Luhan tegas.

“Bahkan jika kau ingin membunuhku seperti ayahku mencoba membunuh Sehun, aku tidak akan menandatanganinya, Xi Luhan-ssi” Bantah Yoona membalas tatapan tajam Luhan. Terdengar dingin dan menantang saat Yoona mengucapkannya.

“Kemarilah!” Luhan mencengkram lengan Yoona lebih kencang dan menyeret perempuan itu menuju kamar mandi.

“Luhan!”

PLAK!

Tangan Luhan dengan ringan melayang dan menampar pipi mulus Yoona. Ia meraih gagang shower lalu menyalakannya dan mulai menyiram Yoona dengan air dingin di malam hari. Ia menjambak rambut Yoona, membuat perempuan itu menengadah dan menyiram wajah Yoona. “Kau tahu seharusnya kau tidak melakukan hal itu, Yoong”

“Lu!”

“Ya?”

“L-Luh-han!” Perih sekali rasanya hidungnya saat air itu mulai masuk ke dalamnya dan membuatnya kesulitan bernafas. Pakaiannya sudah basah kuyup dan tubuhnya mulai menggigil. Bibirnya membiru dengan cepat dan kulit jemarinya mengerut. “Bagaimana rasanya, Yoona-ssi?”

BRAK!

Yoona mendorong Luhan dengan tubuhnya hingga laki-laki itu membentur dinding kamar mandi dan berhasil membuat Luhan mengerang. Yoona segera melarikan dirinya, berlari secepat mungkin namun Luhan meraih rambutnya dan menariknya. “Lepaskan aku, bodoh!” Dengan sekali tendang, Yoona berhasil mengenai perut Luhan lalu meraih sebuah guci berukuran sedang di sebelahnya dan memukul kepala Luhan hingga guci putih tersebut pecah menjadi berkeping-keping.

Deru nafasnya tak lagi beraturan, rambutnya tak lagi rapih dan bajunya sudah terlihat lusuh karena basah, Yoona kembali berlari dan keluar dari rumahnya. Ia berlari sejauh mungkin, sejauh yang kakinya bisa. Ia terus menoleh ke belakang, memastikan Luhan tak mengejarnya lagi dan mencoba menangkapnya hanya untuk sebuah tandatangan bodoh.

Tin!

“AAAAAAH!” Teriak Yoona. Ingin rasanya jantungnya keluar begitu saja saat mobil hitam itu hampir menabraknya. Ia terdiam kaku di depan mobil tersebut hingga sang pengendara keluar dan mengenalinya.

“Xi Yoona-ssi?”

Yoona menoleh dengan kaku. Giginya bergemelatuk dan tidak dapat dihentikannya. “Se-Sehun?”

“Apa yang terjadi? Dimana Luhan?” Kening Sehun mengerut, tidak mengerti mengapa perempuan ini terlihat sangat kacau dan berlari-lari di tengah jalanan tanpa alas kaki. Sehun dapat mendengar suara gigi Yoona yang bergemelatuk. Ia juga menyadari bahwa tubuh ringkih Yoona bergetar karena kedinginan. “Yoona-ssi?” Sehun meraih bahu Yoona lalu menggoncangkan tubuh perempuan tersebut. “Kau baik-baik saja? Aku akan mengantarkanmu pulang―”

“Tidak!” Yoona menggeleng. Kepulan uap itu keluar dari mulutnya mengikuti ritme nafasnya yang tidak teratur. Bibirnya juga membiru dan wajahnya memucat karena kedinginan. “Jangan”

“Aku akan menelpon Luhan un―”

“Jangan beritahu dia!” Suara Yoona tiba-tiba meninggi dan membuat Sehun terlonjak kaget. Ada yang tidak benar dalam situasi ini, pikir Sehun. “Jangan. Kumohon padamu,” Mata Yoona menatap nanar iris pure hazel Sehun. “Oh Sehun-ssi

Sehun menghela nafas lalu melepaskan mantel yang ia kenakan dan memakaikannya pada Yoona, menutupi tubuh perempuan tersebut dari dingin. “Masuklah”

            “Duduklah. Aku akan membuatkanmu cokelat hangat” Gumam Sehun lalu melangkah ke sisi dapur. Sejenak ia sibuk membuatkan secangkir cokelat hangat untuk Yoona. Perempuan itu duduk meringkuk dengan mantel yang kebesaran menutupi tubuhnya. Beberapa saat kemudian, Sehun menaruh sebuah cangkir putih di atas meja di hadapan Yoona. “Minumlah. Anggap saja kau ada di rumahmu sendiri. Aku akan menelpon Tiffany”

“Stephanie Young?”

Sehun menoleh saat Yoona tiba-tiba berbicara semenjak mereka sampai di rumah Sehun. Selama perjalanan Yoona tidak mengucapkan sepatah katapun, dan kini perempuan ini akhirnya tertarik dengan topik pembicaraan ‘Tiffany’. “Ne. Wae?” Tanya Sehun.

“Apa…kau memiliki hubungan dengannya?”

“Dengan Tiffany?” Sehun memastikan pertanyaan Yoona. Yoona tidak menjawab, tetapi matanya menjawab pertanyaan Sehun―Ya. “Dia adalah tunanganku. Aku akan menelponnya untuk memintanya datang ke sini. Tunggulah” Sehun tersenyum kecil lalu menghilang dari pandangan Yoona. Ia segera menelpon Tiffany, meminta perempuan itu datang secepat mungkin ke rumahnya dan membantu Yoona.

“Jadi, apa yang terjadi?” Sehun ikut duduk di ruang tengah rumahnya setelah menelpon Tiffany dan mencoba menggali informasi atas apa yang telah terjadi terhadap Yoona.

“Tidak ada yang terjadi” Gumam Yoona pelan.

“Orang bodoh bahkan tahu ada sesuatu yang terjadi kepadamu hingga membuatmu berlari-lari di jalanan tanpa alas kaki” Timpal Sehun.

Yoona tidak menjawabnya. Ia hanya menunduk. Untuk melihat Sehun saja ia tidak berani. Bukan karena ia takut bahwa Sehun akan mengetahui apa yang telah terjadi padanya dan Luhan, melainkan ia takut jika Oh Sehun yang kini tengah duduk bersamanya adalah Oh Sehun yang sama dengan Oh Sehun sepuluh tahun yang lalu.

Bagaimana jika benar?

Bagaimana jika dia benar-benar Oh Sehun? Oh Sehun-nya?

Bagaimana jika semua ini nyata?

“Yoona-ssi?” Panggil Sehun.

Yoona menoleh dan mendapati iris pure hazel itu menangkap iris madunya. Tatapannya seakan-akan terkunci, dan tidak dapat ia alihkan. Sudah terlalu lama ia tidak menatap sepasang iris pure hazel itu. Sudah sepuluh tahun ia terombang-ambing di tengah lautan dan tidak tahu kemana ombak akan membawanya, hingga seseorang menariknya dan memberitahunya untuk kembali ke rumah.

Dan, kini, Yoona merasa―aku pulang. Hanya melihat iris pure hazel itu dan Yoona dapat merasakan hangat yang pernah ia rasakan dulu―dulu sekali.

“Kau,” Yoona berkata pelan sekali, hampir seperti berbisik. “Apa kau sama sekali tidak mengenalku?”

“Apa maksudmu?” Tanya Sehun balik. “Kau adalah istri Xi Luhan dan pimpinan I’m X, Inc.”

“Aku merasa aku pernah mengenalmu” Ucap Yoona. Matanya sayu memandang wajah Sehun dan memerhatikan garis wajah laki-laki itu lalu kembali ke mata pure hazel-nya. Kenangan itu kembali memukulnya bertubi-tubi, tanpa belas kasih, dan mulai menyakitinya seperti dulu.

 

“Aku mencintaimu”

            “Aku juga mencintaimu”

 

Ingin sekali rasanya ia mengelus wajah Sehun, mengelus kulit halus Sehun bak kulit bayi itu. Lalu, ia tersenyum kecil. “Tapi, aku pasti salah orang. Tidak mungkin. Maafkan aku”

“Minta maaflah saat kau salah. Kau tidak salah” Ucap Sehun lalu bangkit setelah mendengar suara bel berdering. “Itu pasti Tiffany”

            Yoona mengerjapkan matanya beberapa kali lalu akhirnya mengerang dan menguap.

Sinar matahari.

Untuk keberapa kalinya Yoona harus mengatakan bahwa ia―sangat―membenci sinar matahari?

“Kau sudah bangun?”

Yoona segera membalikkan badannya dan menemukan Tiffany Hwang yang mengenakan dress pink selutut tengah berdiri menatapnya. “Oh, selamat pagi, Tiffany-ssi

“Kau senang?”

Kening Yoona mengerut dan ia mencoba membuka matanya yang masih menyipit. “Aku tidak mengerti. Dan juga, ini masih pagi sekali untuk bertanya”

“Kau senang bertemu Sehun?”

Raut wajah Yoona berubah dalam sekejap. Ia baru saja terbangun, namun seakan kesadarannya telah terkumpul semuanya. “Bukankah seharusnya aku yang bertanya seperti itu? Kau senang bertunangan dengan Sehun?” Tanya Yoona balik. Rasa kantuknya tiba-tiba menghilang dan memposisikan dirinya duduk di atas ranjang. “Jangan merusak pagiku, Tiff”

“Tiffany?” Tiffany dan Yoona sama-sama menoleh ke arah pintu saat Sehun memanggilnya dengan suara lantang.

Ne?” Balas Tiffany lalu berlari kecil keluar dari kamar. Yoona terdiam. Ia mencoba menelan salivanya namun tidak berhasil. Akhirnya ia menghela nafas lalu menyingkirkan selimutnya dan melangkah. Namun langkahnya tidak lebih dari ambang pintu. Ia berhenti melangkah dan nafasnya tertahan di dada.

“Aku akan pulang cepat dan kita bisa makan malam” Sehun mengecup bibir Tiffany cepat lalu tersenyum. “See you soon, babe

Oh, perasaan macam apa ini? Yoona melangkah mundur dan kembali terduduk di atas ranjang. Ada perasaan yang tidak ia kenali merasuk dadanya. Menjalar dengan cepat dan mengusai dirinya begitu mudah. Ia menarik nafas panjang lalu tiba-tiba setetes air matanya jatuh. Oh, sialan. Yoona memegangi dadanya. Sakit sekali rasanya.

            Tiffany melangkah masuk ke dalam kamar yang ditempati Yoona semenjak semalam. Tatapannya dingin―dingin sekali. Ia sudah menyiapkan berbagai pertanyaan yang akan dilemparkannya untuk Yoona―si perempuan yang pernah merebut laki-laki yang ia cintai.

“Yoona-ssi?” Tiffany mengedarkan pandangannya saat tidak menemukan Yoona di atas ranjangnya, melainkan terduduk di lantai dengan kedua kaki yang ditekuk dan dipeluknya, bersandar pada pinggiran ranjang dan membelakanginya. “Yoona-ssi” Lagi, Yoona tidak mengindahkan panggilannya.

“Aku tidak tahu apa ini skenariomu untuk merebut Sehun dari diriku lagi” Ucap Tiffany. “Apa merebutnya dari diriku saat itu tidak cukup untukmu?”

“Yoona-ssi

“Yoona-ssi, jawab aku!”

Tiffany mendengar Yoona menghela nafas pelan. “Aku tidak pernah merebutnya dari dirimu. Aku hanya tidak sengaja membuatnya jatuh cinta kepadaku dan mencampakkanmu”

Mata Tiffany menyipit dan ia menggeram. Tangannya mengepal lalu diikuti emosinya yang mulai meninggi.

“Dan juga,” Yoona melanjutkan lalu berdiri. Ia memandang Tiffany dengan mata sayu dan wajahnya yang lesu. “Sekarang,” Yoona menelan salivanya dengan susah payah. “Kurasa kau telah mendapatkan apa yang kauinginkan. Kau menginginkan Oh Sehun, bukankah begitu, Tiffany-ssi? Apa yang kauinginkan lagi dari diriku? Kau telah mendapatkannya”

“Aku akan menelpon Luhan untuk memintanya segera menjemputmu” Beritahu Tiffany lalu membalikkan badannya.

“Tidak!” Suara Yoona tiba-tiba melengking, membuat langkah Tiffany kembali tertutup dan memandang Yoona. “Jangan. Jangan, kumohon. Jangan menelponnya”

Wae? Dia adalah suamimu”

“Jangan, kumohon. Jangan” Yoona menggeleng. Raut wajahnya berubah begitu cepat. Wajahnya tidak lagi terlihat lesu dan matanya tak lagi terlihat sayu. Yang kini terlihat adalah pancaran ketakutan. Ada ketakutan yang terselip di benak Yoona akan Luhan.

“Aku tidak ingin kau berada di sini, itu mengapa aku akan meminta Luhan untuk menjemputmu. Aku tidak akan memberikanmu kesempatan lagi untuk merebut Sehun dariku” Ucap Tiffany.

“Aku akan pergi sendiri. Jangan menelpon Luhan” Ucap Yoona cepat. “Aku akan pergi. Sekarang”

Kening Tiffany mengerut. Oh, astaga, ada apa dengan perempuan aneh ini? Dan ada apa denganmu, Tiffany? Mengapa kau begitu peduli? “Maka, pergilah. Sekarang”

“Aku akan pergi. Jangan menelpon Luhan” Mata Yoona tak berkedip menatap mata Tiffany. “Kumohon padamu”

“Terserah kau. Pergilah sekarang, aku sudah mulai muak melihatmu” Tiffany mengibaskan tangannya mengisyaratkan Yoona untuk segera pergi dan tidak menginjakkan kaki di rumahnya. Yoona menghilang begitu cepat, membuat bibir soft pink-nya dapat membentuk Bulan Sabit nan indah lagi.

Well, ia lega karena perempuan itu telah pergi. Dan ia berharap, perempuan itu tidak akan pernah kembali lagi dalam kehidupannya dan Sehun. Hidupnya selama sepuluh tahun ini sudah cukup sempurna. Memulai semuanya dari awal bersama Sehun―walaupun laki-laki itu terkena amnesia karena sebuah kecelakaan. Dan, sebenarnya, Tiffany bersyukur atas amnesia itu.

Tiffany terkesiap saat ponselnya berdering. “Yoboseyo?”

Apa Yoona baik-baik saja?” Tanya Sehun tidak berbasa-basi.

“Apa maksudmu?”

Apa Yoona baik-baik saja?” Sehun mengulang pertanyaannya namun kini penuh dengan penekanan.

“Dia sudah pergi” Jawab Tiffany.

Tiffany dapat mendengar helaan nafas Sehun di seberang sana. “Aku akan pulang sekarang

“Kenapa cepat sekali―”

Tut…Tut…Tut…

Mati begitu saja. Tiffany menatap ponselnya lalu berdecak kesal. Yang benar saja, Oh Sehun. Kemudian, kepalanya tertoleh setelah mendengar bel berdering. Apa itu Sehun? Tidak mungkin. Tidak mungkin secepat itu, pikir Tiffany seraya melangkahkan kakinya lalu membuka pintu rumah.

Annyeonghaseyo, Tiffany-ssi

“Oh, Luhan-ssi?”

            Sehun memakirkan mobilnya tepat di belakang sebuah mobil hitam yang asing baginya. Ia segera keluar lalu memacu kakinya berlari masuk ke dalam rumah. Tapi, langkahnya tiba-tiba terhenti. “Sehun-ssi?”

Mulut Sehun terkatup rapat dan garis rahangnya menegas saat melihat Luhan baru saja melangkah keluar dari rumahnya bersama Tiffany. “Annyeonghaseyo, Luhan-ssi. Ada yang bisa kubantu?” Tanyanya dengan nada suara datar, tidak tertarik, dan terkesan dingin.

Luhan tersenyum manis. “Aku hanya ingin mampir sebentar dan bertemu Tiffany. Aku tidak tahu jika kau dan Tiffany telah bertunangan”

“Tiffany adalah perempuan yang manis dan baik, bagaimana bisa aku melewatkan kesempatan untuk memilikinya?” Tanya Sehun balik lalu terkekeh pelan dan merangkul pinggang Tiffany. Mendekapnya lebih dekat dengannya.

“Kalian terlihat sangat serasi. Aku ikut bahagia dengan hubungan kalian” Ucap Luhan terdengar ramah sekali. Oh, tentu saja, seorang Xi Luhan adalah sosok yang sangat ramah dan dermawan. Semua orang mengetahuinya dengan baik. “Aku pulang dulu, Tiffany-ssi, Sehun-ssi

Setelah mobil hitam Luhan tidak terlihat lagi, Sehun dan Tiffany kembali masuk ke dalam rumah. “Ada yang ingin kutanyakan padamu” Beritahu Sehun lalu menutup pintu dan mengajak  Tiffany menuju ruang tengah.

“Apa ini ada hubungannya dengan Yoona?” Tanya Tiffany sebelum Sehun kembali membuka mulutnya.

“Apa saja yang kau dan Luhan bicarakan?” Tanya Sehun balik, tidak menghiraukan pertanyaan Tiffany.

“Dia menanyakan tentang Yoona” Jawab Tiffany lalu duduk di sofa. “Apa perempuan itu datang kemari atau tidak”

“Lalu, apa jawabanmu?”

“Ya” Jawab Tiffany mantap. “Perempuan itu memang benar kemari, bukan? Semalam? Dan kau menyelamatkannya. Sangat dramatis”

“Dan dimana Yoona sekarang? Mengapa dia pergi?”

“Karena di sini bukanlah tempatnya, Sehun-ah” Suara Tiffany tiba-tiba meninggi dan terdengar putus asa. “Karena bersamamu bukanlah tempat yang tepat untuknya”

Sehun menghela nafas pelan lalu berlutut di hadapan Tiffany dan meraih tangan perempuan itu. “Maafkan aku”

“Kau tidak perlu meminta maaf” Tiffany menggeleng pelan lalu mengelus pipi Sehun. “ Kau tidak kembali ke kantor? Jika tidak, gantilah pakaianmu” Gumam Tiffany.

“Aku memiliki jadwal perjalanan bisnis dua jam lagi hingga beberapa hari ke depan. Kau tak masalah?”

            Do Kyungsoo segera bangkit dari kursi putarnya setelah mendengar sebuah gerbang di dorong. Apa mungkin gerbang rumah tetangganya? Semalam ini?

Apa itu Sehun?

Gagasan pikirannya itu membuatnya berlari lebih cepat keluar rumah. Dan, memang benar. Rumah Sehun. Seseorang telah membuka gerbangnya. Kyungsoo mengedarkan pandangannya―tidak ada mobil Sehun. Laki-laki itu berjalan kaki? Yang benar saja, tidak mungkin. Kyungsoo memberanikan dirinya untuk masuk ke dalam rumah tersebut―sebuah rumah yang telah kosong semenjak sepuluh tahun lalu. Rumah ini tepat berada di sebelah rumahnya―well, sebenarnya ‘rumah santai’-nya. Itu mengapa, saat kejadian itu, ia berada di sana.

Kyungsoo meraba dinding di sampingnya lalu menyalakan lampu. “Oh, astaga!”

“Oh!”

Kyungsoo terkesiap memandang seorang perempuan dengan pakaian lusuh dan rambut berantakan berdiri di hadapannya. Oh, astaga, ia berani bersumpah jantungnya hampir saja berhenti berdetak karena kaget. Sosok di hadapannya―entah siapa, yang awalnya ia kira hantu―balik memandangnya. “Nuguseyo?” Tanya perempuan itu.

“Seharusnya aku yang bertanya kepadamu, siapa kau?” Tanya Kyungsoo balik.

“Apa yang kau lakukan di sini?”

“Apa yang kau lakukan di sini?” Tanya Kyungsoo lagi.

“Ini rumahku” Jawab perempuan tersebut.

“Rumahmu?” Suara Kyungsoo meninggi satu oktaf. “Tidak mungkin”

“Ini rumahku” Perempuan itu terdengar yakin sekali, dan ucapannya kali ini penuh penekanan.

“Kurasa kau salah rumah, agasshi” Beritahu Kyungsoo ringan.

“Kurasa kaulah yang salah” Balasnya. “Siapa namamu?”

“Do Kyungsoo” Jawabnya. “Rumah ini milik Oh Sehun. Bukan kau. Maafkan aku―”

“Aku istri Oh Sehun” Perempuan itu memotong ucapan Kyungsoo dan berhasil membuat mata Kyungsoo membulat. “Aku istrinya”

“Im Yoona?!”

“Bagaimana kau tahu namaku?” Kening perempuan itu mengerut dan terkejut.

Kyungsoo menutup mulutnya yang menganga lebar―tak percaya―dengan telapak tangannya. Oh, astaga, lelucon macam apa ini?! Batin Kyungsoo. “Kau sungguh-sungguh Im Yoona?”

Perempuan itu―Im Yoona―menghela nafas. “Aku tidak memaksamu percaya padaku”

“Wow” Kyungsoo menatap Yoona tanpa berkedip. Tidak pernah ia bayangkan dalam hidupnya selama sepuluh tahun ini bahwa ia akan bertemu dengan seorang Im Yoona. “Aku tidak pernah bertemu denganmu saat sepuluh tahun lalu, itu mengapa aku tidak mengenalimu. Aku hanya mendengarmu dari cerita-cerita Sehun―Oh, shit” Kyungsoo menutup mulutnya lalu saat itu juga mata Yoona melebar.

“Apa yang kau katakan?” Yoona melangkah mendekati Kyungsoo dan menatap mata laki-laki itu.

Kyungsoo menggeleng cepat. “Tidak. Tidak ada. Aku hanya salah omong”

“Sehun bercerita kepadamu tentang diriku?!” Suara Yoona meninggi. “Jawab aku, Kyungsoo-ssi!” Yoona menggoncangkan tubuh Kyungsoo dengan mata yang telah berair.

“Oh, astaga, betapa bodohnya aku” Kyungsoo mengutuk dirinya sendiri. “Ya, begitulah” Jawab Kyungsoo akhirnya.

“S-Sehun…masih hidup?” Tanya Yoona. Suaranya tiba-tiba tercekat saat menyebut nama laki-laki itu.

 

“Oh Sehun imnida”

“Masuklah”

“Kau adalah istri Xi Luhan dan pimpinan I’m X, Inc.”

 

“Tentu saja, dia masih hidup” Jawab Kyungsoo.

Sedetik kemudian Yoona terjatuh. Kakinya lemas dan tidak mampu menompang berat tubuhnya. Terduduk di atas lantai kayu di sebuah rumah yang jauh dari pusat kota― rumahnya dulu. “Bagaimana bisa dia masih hidup? Aku melihatnya mati dengan mata kepalaku sendiri”

“Mungkin saat itu dia tidak benar-benar mati”

 

Kyungsoo masih terjaga karena harus meyelesaikan sebuah project musiknya. Tentu saja, ia lebih memilih duduk di balik meja untuk bermusik ketimbang harus menjadi penerus perusahaan keluarganya. Ia masih mengotak-atik komputernya saat ia mendengar sebuah teriakan perempuan. Ia segera bangkit dari kursi putarnya dan mengintip dari jendela rumah. Oh, sialan, tidak terlihat apa-apa. Ia akhirnya memilih untuk keluar dan memeriksa keadaan sekitar. Jalanan sepi, tapi ia melihat sebuah van hitam terparkir di depan rumah tetangganya yang berada tepat sekali di sebelah rumahnya―well, itu mengapa ia dapat mendengar suara teriakan itu. Sedetik kemudian, ia mendengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa dan erangan perempuan yang tersedu-sedu. Kyungsoo bersembunyi di balik dinding, dan mengintip.

Seorang perempuan digendong lalu dimasukkan ke dalam van secara paksa bersama beberapa laki-laki dan van hitam itu pergi begitu saja. Untuk pertama kalinya bagi dirinya melihat hal seperti ini. Kyungsoo melangkahkan kakinya tanpa suara dan memberanikan dirinya masuk ke dalam rumah tetangganya tersebut.

Tidak ada penerangan. Seluruh lampu yang berada di rumah tersebut mati, tapi Kyungsoo dapat mendengar suara rintihan laki-laki. Ia meraba sisi dinding lalu menyalakan lampu.

“Oh, astaga!”

Kyungsoo segera menghampiri laki-laki tersebut. Seorang laki-laki berwajah pucat pasi dengan darah yang mengucur dari perutnya dan membasahi bajunya. “Aku akan menelpon ambulans”

 

“Aku ada di sini saat kejadian sepuluh tahun lalu. Aku menyelamatkannya saat kau telah dibawa pergi oleh laki-laki itu” Beritahu Kyungsoo singkat. “Dan dia selamat”

“Mengapa aku tidak tahu selama sepuluh tahun ini?” Tanya Yoona seakan-akan ia bertanya kepada dirinya sendiri. Tubuh melemas dan dan tatapannya sudah kabur akibat air mata.

“Karena Sehun tidak ingin kau mengetahuinya” Timpal Kyungsoo.

Yoona menengadah, memandang Kyungsoo. “Apa maksudmu? Aku tidak mengerti”

Kyungsoo menghela nafas lalu duduk di hadapan Yoona. “Sehun pasti akan mencacimakiku habis-habisan jika aku mengatakan hal ini, tapi kurasa kau berhak tahu” Kyungsoo menelan salivanya lalu melanjutkan.

“Setelah kejadian malam itu, Sehun tinggal bersamaku. Dia tidak makan berhari-hari dan tidak berbicara. Aku tidak mengerti apa yang terjadi padanya hingga dia menceritakan semuanya secara mendetail kepadaku. Lalu, aku memberikannya kesempatan untuk menjadi pimpinan perusahaan keluargaku karena aku benar-benar tidak memiliki minat dalam bisnis. Sehun hampir saja melakukan aksi bunuh diri saat tahu bahwa kau dan Luhan telah menikah. Dia melakukan apa saja untuk mengakhiri kehidupannya saat itu juga. Dan kemudian, dia sadar bahwa dia harus membalas apa yang telah ayahmu lakukan padanya. Sehun menerima kesempatan yang kuberikan padanya, dan gagasan menjalin kontrak dengan perusahaan keluargamu sekarang ini adalah idenya. Ide Sehun. Ide yang dia perjuangkan selama bertahun-tahun”

Yoona terdiam mendengar serentetan cerita Kyungsoo. Ia mencoba mencerna setiap kalimat yang Kyungsoo ucapkan dan merangkainya dengan kalimat setelahnya. Cerita Kyungsoo terlalu singkat untuk menjelaskan mengenai sepuluh tahun terakhir mengenai Sehun. “Dia tidak pernah memunculkan batang hidungnya selama sepuluh tahun. Semua orang mengira bahwa dia sudah tiada, termasuk diriku”

“Selama sepuluh tahun ini dia belajar untuk menjadi pimpinan perusahaan, hingga dia benar-benar menjadi pimpinan perusahaan. Butuh waktu lama untuk menjadi orang sukses, Yoona-ssi. Itu mengapa Sehun berambisi untuk menunjukkan kesuksesannya di depan ayahmu”

Yoona mendengus lalu tersenyum hambar. Yoona tahu sekali mengapa Sehun melakukannya.

Karena, ayahnya selalu memandang Sehun rendah.

“Sehun tidak mengenaliku saat kami bertemu” Yoona menunduk dan suaranya berubah menjadi rendah.

“Dia hanya berpura-pura tidak mengenalmu. Dia berpura-pura amnesia di hadapan semua orang” Jelas Kyungsoo, membuat Yoona menoleh dengan mata yang membulat. “Termasuk Tiffany”

“Sehun bertunangan dengan Tiffany, mantan kekasihnya saat SMA dulu” Tiba-tiba jantung Yoona berdetak dua kali lebih cepat. Ia takut dengan respon Kyungsoo atas pernyataan yang baru saja ia lontarkan. Mengenai hubungan Sehun, dan Tiffany Hwang.

“Tiffany adalah sepupuku. Dan, ya, mereka bertunangan” Timpal Kyungsoo yang mampu membuat sengatan listrik itu menghentikan detak jantung Yoona. Membuatnya tidak dapat berpikir dengan jelas lagi dan berhenti bernafas untuk sejenak. “Sehun tidak benar-benar memiliki perasaan terhadap Tiffany. Katakan saja, status tunangan itu hanya sebagai pembodohan publik”

“Apa Tiffany tahu bahwa Sehun hanya berpura-pura amnesia?” Yoona menoleh menatap Kyungsoo.

Kyungsoo menggeleng. “Dia tidak tahu. Dia hanya tahu bahwa Sehun terlibat dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang menyebabkannya amnesia. Tiffany mengambil keuntungan dari itu dan membuat Sehun kembali kepadanya”

Yoona menghela nafas kasar. Tidak percaya. Oh Sehun yang ia lihat saat ini adalah Oh Sehun sepuluh tahun lalu. Oh Sehun yang sama.

            Luhan menginjak pedal rem mobilnya saat mobil yang berada berjarak sekitar sepuluh meter di depannya itu berhenti. Luhan lalu mematikan mesin mobilnya dan lampu mobilnya. Ia menunggu laki-laki itu keluar dari mobil dan tepat saat itu juga laki-laki itu keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam sebuah rumah.

Luhan tahu rumah itu.

Sebuah rumah yang terletak jauh dari pusat kota, rumah yang didesain untuk ketenangan―Rumah Sehun dan Yoona sepuluh tahun lalu.

 

Oh, sialan. Umpatnya dalam hati. Kepalanya terasa sakit sekali akibat Yoona memukulnya dengan gucci. Luhan berlari terseok-seok keluar rumahnya, mencoba menemukan Yoona yang telah pergi.

            “Sialan!” Umpatnya lalu menghentak tanah. Luhan kehilangan perempuan itu, menandakan ia tidak dapat membatalkan kontrak bersama D&O, Inc.. Baru saja ia membalikkan badannya, namun suara mesin mobil melintas menjauh dari rumahnya membuatnya menoleh.

            Sebuah mobil hitam melaju pergi hingga tidak terlihat lagi hingga di ujung jalanan yang gelap.

            Luhan mengetahui si pemilik mobil dengan nomor polisi tersebut. Luhan tahu pasti.

 

Ia tidak akan kehilangan Yoona. Tidak akan, tidak sekalipun.

            Sehun masuk ke dalam rumah tersebut. Ia mengedarkan seluruh pandangannya. Ia tidak melakukan perjalanan bisnis seperti apa yang ia katakan pada Tiffany, melainkan datang ke sebuah rumah untuk mencari seseorang. Kebohongan itu wajar, bukan?

Sehun mendorong pintu kamarnya dan menyalakan lampu. Ia dapat melihat ada seorang perempuan berdiri di dekat jendela kamarnya. Terdiam dan membelakanginya. Ia bernafas lega. Sehun tahu bahwa perempuan ini akan datang ke sini. Sehun segera melangkahkan kakinya mendekati perempuan itu lalu memeluknya dari belakang.

“Apa yang kau lakukan?” Tanya Yoona dengan suara serak.

“Melakukan scene kesukaanmu di setiap film roman yang kau tonton” Jawab Sehun pelan.

Yoona tiba-tiba membalikkan tubuhnya dan memeluk Sehun dengan erat. Sehun dapat mendengar isakannya dan terpaan nafas Yoona pada telinganya. “Sehun-ah

Sehun membalas pelukan Yoona. Laki-laki itu melingkarkan tangannya pada punggung Yoona. “Aku merindukanmu”

“Aku jauh lebih merindukanmu”

“Maafkan aku. Seharusnya aku tidak meninggalkanmu selama sepuluh tahun ini, tapi aku harus melakukannya” Ucap Sehun dengan nada rendahnya.

“Aku telah mendengar semuanya dari Kyungsoo”

Sehun melepaskan pelukannya dan menatap wajah Yoona. “Kau bertemu Kyungsoo?”

“Ya. Dia menceritakan semuanya kepadaku” Jawab Yoona ringan. “Bagaimana kau tahu aku berada di sini?”

 

            “Aku ingin membatalkan kontrak kita, Oh Sehun-ssi” Luhan yang baru saja duduk di hadapannya membuka suaranya.

            “Kenapa tiba-tiba seperti ini?”

            “Karena aku dan istriku telah sepakat untuk membatalkannya sekarang”

            Sehun membuka map yang disodorkan oleh Luhan. Ia membaca setiap kata yang dicetak di atas lembar putih tersebut dengan seksama, namun akhirnya menemukan sebuah kejanggalan. “Kontrak ini tidak dapat dibatalkan jika Nyonya Yoona tidak menandatangani surat pernyataan pembatalan ini dan Nyonya Yoona tidak menandatanganinya” Sehun melirik surat tersebut yang tidak tertera tandatangan Yoona, hanya tandatangan Luhan.

            “Yoona melimpahkan kekuasaannya kepadaku untuk menangani kontrak ini” Sanggah Luhan.

            “Aku akan berbicara dengan Nyonya Yoona mengenai kelanjutan dari kontrak ini”

            “Tidak perlu. Kau tidak perlu berbicara dengannya. Kini hanya aku yang mengurus kontrak ini” Sela Luhan cepat.

            Kening Sehun mengerut. Yoona berada di rumahnya sejak semalam tetapi tidak memberitahu apa yang membuat berkeliaran di jalanan bak orang gila. Dan kini, Luhan melarangnya berbicara dengan Yoona dan seakan-akan Yoona berada di rumah dan sedang bersama Luhan.

            “Ada satu pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu, Sehun-ssi” Luhan membuat Sehun menutup mulutnya kembali saat ia ingin berbicara.

            “Silakan”

            “Apa kau melihat Yoona semalam?” Tanya Luhan misterius.

            “Tidak” Sehun menggeleng pelan.

            Mata Luhan menyipit lalu ia tersenyum. “Apa kau yakin?”

            “Apa aku memiliki alasan untuk tidak yakin?” Tanya Sehun balik dengan nada dingin.

            “Aku melihat mobilmu di sekitaran dekat rumahku semalam. Jadi, kurasa, mungkin kau melihat Yoona” Luhan tersenyum kecil. “Jadi, apa kau melihat Yoona semalam?”

            “Tidak” Jawab Sehun singkat.

            “Ah, baiklah” Luhan bergumam. “Apa Tiffany tidak datang ke kantor?

            “Dia sedang mempersiapkan beberapa dokumen di rumahku”

            “Sayang sekali” Luhan masih tersenyum lalu akhirnya berdiri. “Baiklah, Sehun-ssi, terimakasih atas waktu Anda” Setelah Luhan berlalu dan hanya tinggal ia sendiri di ruangannya, Sehun segera merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya.

“Yoboseyo?”

            “Apa Yoona baik-baik saja?”

            “Apa maksudmu?” Tanya Tiffany balik tidak mengerti.

            “Apa Yoona baik-baik saja?” Sehun mengulang pertanyaannya.

            “Dia sudah pergi” Jawab Tiffany.

            Sehun terdiam sejenak. “Aku akan pulang sekarang” Sehun segera mematikan ponselnya dan meraih kunci mobil. Selama menuju parkiran mobilnya, Sehun memutar otakya. Mencoba menerka-nerka dimana Yoona berada saat ini.

            Hanya ada dua kemungkinan yang tersisa; Tiffany mengusirnya, atau ia pergi secara sukarela.

            Langkah Sehun terhenti tiba-tiba. Seakan ia baru mendapat sebuah jawaban yang dicari-carinya.

            Dia pasti ada di rumah itu.

 

“Bukankah aku hebat dapat mengetahuimu ada di sini?” Tanya Sehun yang terdengar seperti sedang menggoda Yoona lalu tersenyum dan menarik Yoona kembali dalam dekapannya. “Aku sungguh merindukanmu, Yoong” Sehun mengecup pucuk kepala Yoona.

“Aku membencimu” Ucap Yoona lalu tertawa kecil. “Aku sungguh membencimu”

“Aku tidak keberatan” Bantah Sehun santai dan tersenyum. Ia menghela nafasnya. Betapa leganya bahwa seseorang yang paling ia inginkan dapat kembali kepadanya. Seseorang yang ia hampir mati dibuatnya. “Dan, sebenarnya, kau kelihatan aneh tanpa, kau tahu, poni. Kau terlihat lebih tua”

Yoona tertawa dalam dekapan Sehun. “Setidaknya aku masih terlihat cantik”

“Oh, baiklah. Kau selalu terlihat cantik” Sehun mengalah.

Sejenak, ruangan tersebut hening. Sehun ataupun Yoona tidak membuka suara mereka masing-masing. Mereka hanya ingin menikmati keheningan seperti ini. Hany ada mereka, tanpa apapun lagi. “Kau telah berhasil” Gumam Yoona tiba-tiba.

“Berhasil apa, hm?” Tanya Sehun.

“Memperlihatkan kesuksesanmu kepada ayahku” Jawab Yoona.

Senyum kecilnya masih setia menggantung. “Aku kembali bukan hanya untuk itu saja”

“Untukku?” Well, kini Yoona yang terdengar sedang menggoda.

Sehun terkekeh pelan. “Itu juga. Tapi, ada yang lain”

“Apa?” Yoona menengadah menatap Sehun lalu mengusap pelan pelipis Sehun.

“Membalas apa yang telah ayahmu lakukan kepadaku, kepada kita” Raut wajah Sehun berubah dan Yoona dapat merasakannya.

“Bukankah kau telah membalasnya? Dengan kesuksesanmu?”

“Kurasa ada satu hal yang Kyungsoo lewatkan saat menjelaskan semuanya kepadamu” Beritahu Sehun.

Kening Yoona mengerut. Ada yang aneh dan tanpa alasan ia mulai ketakutan. “Apa?”

“Bahwa darah harus dibalas dengan darah”

END

Author's Note: Hay, guys. Oke tau banget kalau ini FF gak jelas terus tata bahasanya rendah banget. Judul sama jalan ceritanya juga gak nyambung. But, I worked hard for this FF (sampai stress gara-gara uda buat banyak draft tapi hasilnya jelek semua dan tidak memuaskan). Jadi, ya, semoga dimaklumi aja kalau FF ini kacau banget. Kebangetan. See you soon! Xoxo.

12 thoughts on “It Was Always You

  1. WHAT????! NO SEHUN NO!!! Jangan jadi pembunuh gitu sayaaaaang :”(((
    HAHAHAHAHAHA maap ye.
    Sumpah ini keren bangettt. Plotnya, konfliknya, bahasanya, feelnya, udah 100 semua lah. Apalagi pas Sehun meluk Yoona dari belakang heuheu mau nangis rasanya. Akhirnya mereka bersatu kembali, dan pas tau kalo Sehun ternyata cuma pura-pura amnesia, pura-pura gak kenal Yoona tapi ternyata masih cinta banget, itu so sweet aku gak kuat.
    Selalu ngefans sama author pokoknya. Minta skillnya dong dikiiit aja haha.
    Another great ff, thor! Terus bikin ff Yoonhun ya, selalu nunggu apapun dari author 🙂

    Like

  2. Sehun kirain bener2 amnesia…
    Luhan kejam banget ama istrinya, sadisss *alaAL
    Kasian Yoong unnie. Jadi sebelum Yoong nikah ama Luhan, dia udah nikah duluan sama Sehun? Dia istri Sehun donk..

    Ini ngegantung.. Butuh kepastian *ck
    Kkkk~

    Like

  3. Loh!!! author… kok gini?? Omigod…

    jantung qw still deg2an… Sehun udh nikah ama Yoona bhkn sebelum Yoona nikah ama Luhan

    Sehun mau bunuh ayah Yoona kan?? Plisssss dilanjut lagi atuh…

    Like

  4. Sehun mau ngebunuh ayah yoona?? Artinya dia jadi penjahat donggggg ohhh noooooooo…. Aku senang mereka ktmu… Tp knp hrs berakhr gantung lagi 😥

    Like

  5. Kok rada aneh samaa kata-kata terakhir sehun yaaaa
    “Bahwa darah harus dibalas dengan darah”
    maksudnya itu mau bunuh yoona??
    OMGGGG

    Like

  6. endingnya bener-bener JLEB banget author-nim
    pertamanya ngira sehun itu ngelakuin semua itu karna pure cinta Yoona jadi gk ads alesan lain eh ternyata dia pingin bunuh ayah Yoona…

    Like

Leave a comment