SACRIFICE

S A C R I F I C E

by

Clora Darlene

starring

Im Yoon Ah | Park Chanyeol

Seo Joo Hyun as Im Seohyun

rating | length | genre

PG-15 | too-long-oneshot | Marriage life

poster credit; weheartit

[This fanfiction is the full version of ‘4th Note‘ with different ending]

            Untuk kesekian kalinya, perempuan muda itu kembali berlutut. Memeluk kaki kakak perempuannya dengan mata yang sudah membengkak dan sembab. Masih terus terisak.

Jebal, eonni” Ia kembali terisak. “Jebal, batalkan pernikahan itu. Eonni, kumohon”

“Kau membuang waktuku” Tukas kakaknya.

Eonni! Batalkan pernikahan itu, kumohon padamu!” Perempuan muda itu berteriak keras dan tangisnya kembali pecah. Ayah dan ibu mereka hanya dapat melihatnya dengan miris. Menyedihkan sekali nasib kedua anaknya ini.

“Kau menyuruhku membatalkan pernikahanku yang akan digelar esok hari?” Tanya kakaknya dengan nada datar.

“Kumohon, eonni. Aku mencintainya!”

“Aku juga mencintainya!” Kakaknya―Im Yoon Ah―tiba-tiba meledak. Berteriak lebih keras dari adiknya―Im Seohyun. Tidak ingin kalah.

“Gugurkan kandungan itu, eonni! Gugurkan!”

Yoona akhirnya berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan adiknya. “Kau ingin anakku ini mati?”

Seohyun tidak bergeming. Tapi, iya. Ia ingin. Ia tidak ingin anak itu lahir. Ia akan menolak eksistensi anak itu seumur hidupnya.

“Seberapa sering kau membaca Alkitab, Seohyun-ah?” Tanya Yoona pelan. “Kau akan masuk Neraka jika kau membunuh anak ini”

“Aku lebih baik masuk Neraka ketimbang harus membiarkan eonni dan Chanyeol menikah!”

“Sangat dramatis” Timpal Yoona.

Eonni tidak akan pernah memiliki Chanyeol”

“Benarkah?”

“Chanyeol mencintaiku” Mata Seohyun berair, namun Yoona dapat melihat ketajaman di dalam sorot matanya. “Dia tidak akan pernah mencintai eonni

“Setidaknya akulah yang akan menjadi istrinya” Yoona tersenyum tipis. “Beristirahatlah. Besok acaraku akan dimulai jam tujuh pagi. Selamat malam, Im Seohyun” Dengan sekali sentakan keras dan kasar, Yoona melepaskan kakinya dari pelukan Seohyun dan berjalan bak model menuju kamarnya.

            Yoona mencintai pagi ini. Sangat.

Ia bangun dengan wajah ceria. Perasaan bahagia yang menggebu-gebu. Mata yang bersinar. Ia sudah menunggu hari ini datang selama dua puluh empat tahun.

Dan akhirnya datang.

Bersama seorang laki-laki bernama Park Chanyeol yang sangat Yoona cintai.

“Dia tidak akan pernah mencintai eonni”

Raut wajah Yoona berubah dengan cepat. Sialan. Umpatnya.

“Tenanglah, Yoona” Yoona menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan pelan. Ia tidak akan membiarkan satu kalimat yang diucapkan oleh adiknya itu merusakan segalanya yang ada pada hari ini. Tidak akan.

Yoona segera membersihkan dirinya lalu bertemu dengan stylist-nya. Duduk di depan kaca rias membiarkan hair-stylist menyanggul rambutnya tinggi dan memaikannya tiara kecil lalu mengenakan gaun putih yang terlihat mewah dengan ekor yang cukup panjang.

Yoona jatuh cinta pada bayangan di depan cerminnya kini. Ia terlihat mempesona. Laki-laki mana yang sanggup menolak Yoona? Pikirnya dengan sebuah senyum kecil.

Oh, ada. Park Chanyeol namanya. Pikir Yoona tiba-tiba terbesit di kepalanya.

Mungkin, hingga saat ini, Chanyeol tidak mencintainya. Tidak sama sekali. Ia mendapatkan Chanyeol dengan cara yang sangat buruk. Murahan. Kotor. Memasukkan obat perangsang ke dalam minuman laki-laki itu dan melakukannya. Yoona hamil darah daging laki-laki itu dan ta-da.

Pernikahan ini ada. Pernikahan yang seharusnya memang ada.

“Yoong? Kau sudah siap?”

            Menangislah lebih keras. Aku menyukainya. Batin Yoona.

Ia mencium bibir Chanyeol dengan lembut, tapi Yoona tahu―laki-laki ini menolaknya dan mencoba melepaskan ciuman mereka. Dan Yoona mengalah, ia melepaskannya. Senyumnya mengembang. Ia menatap Chanyeol dengan mata berbinar bahagia, tapi Chanyeol memandangnya dengan tatapan tajam dan dingin―kemungkinan besarnya adalah marah.

Dari sudut matanya saja, ia dapat melihat Seohyun yang memangis meraung. Matanya tidak pernah berhenti sembab semenjak insiden ini terkuak. Oh, hatinya pasti hancur berkeping-keping dan tidak bisa lagi disatukan.

“Aku lebih menyukai ciumanmu saat malam itu” Bisik Yoona sembari melirik Chanyeol dengan sebuah senyum nakal.

Chanyeol tidak bergeming, dan Yoona tahu apa yang sedang dipikirkan oleh laki-laki tinggi dengan suara berat di sebelahnya ini.

Chanyeol kelu melihat keadaan Seohyun sekarang. Perempuan itu sudah seperti siap untuk mati. Perempuan itu sedang sekarat. Dan Chanyeol sangat benci melihatnya seperti itu. Yoona seperti memiliki superpower untuk membaca pikiran Chanyeol. Laki-laki ini mudah untuk dibacanya.

            “Tenanglah. Uljimarayo” Laki-laki itu mengelus surai cokelat kusam milik perempuan yang berada di pelukan hangatnya.

Bukannya tenang, tapi tangis perempuan itu semakin menjadi-jadi. Ia masih beruntung dapat memeluk laki-laki ini.

“Aku hanya mencintaimu. Percayalah padaku” Tuksedo hitam yang ia kenakan saat upacara pernikahannya pagi tadi sudah basah akibat air mata perempuan yang ia cintai. Satu-satunya perempuan yang akan ia cintai.

Chanyeol merengkuh wajah Seohyun lalu diciumnya kening perempuan itu. “Ya, aku hanya mencintaimu. Percayalah”

            Jadi, apa ini yang disebut dengan ‘malam pertama’?

Yoona mendengus lalu tertawa hambar. Ia tengah duduk di ruang tengah sendirian, sedang menunggu suaminya yang tiba-tiba hilang sejak tadi dan membiarkannya menempati rumah baru mereka seorang diri.

Kejam sekali. Pikir Yoona lagi.

Di tangannya sudah ada dua lembar tiket tujuan Maladewa atas nama dirinya dan Chanyeol. Well, ia ingin menujukkan tiket tersebut kepada Chanyeol.

Cklek.

Yoona bangkit dengan cepat saat mendengar suara pintu terbuka. “Kau sudah pulang?” Penampilan Chanyeol terlihat sedikit berantakan. Rambut spikey hitamnya terlihat sudah acak-acakan, dasinya sudah ia lepas, tuksedonya terlihat kusut. Apa ada yang terjadi pada laki-laki ini?

Yoona melangkah mendekati Chanyeol dan memperlihatkan kedua tiket tersebut. “Kita akan berbulan madu ke Maladewa. Tenang saja, aku sudah mengurus semuanya. J―”

“Aku akan tidur di kamar atas” Beritahu Chanyeol singkat lalu menghilang dari hadapan Yoona. Tidak tertarik pada bulan madu yang menjanjikan Maladewa. Yoona baik-baik saja dengan sikap Chanyeol yang masih belum menerimanya. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan berbaring di atas ranjangnya.

Di sebelahnya tidak ada Chanyeol. Laki-laki itu tidak menemaninya tidur. Manik madu Yoona asik bermain dengan cincin yang melingkar di jari manisnya. Oh, Yoona sangat menyukainya.

Kini, ia benar-benar memiliki Park Chanyeol seutuhnya.

Laki-laki yang seharusnya menjadi miliknya dari awal cerita ini.

            Yoona bangun mengikuti alarm-nya yang menyala. Tanpa berbasa-basi, ia melangkahkan kakinya menaiki anak tangga berniat untuk membangunkan Chanyeol dan mengucapkan selamat pagi kepada laki-laki itu.

Tapi, apa yang terjadi?

Yoona tidak dapat menemukan Chanyeol.

Kamar Chanyeol sudah kosong.

Laki-laki itu sudah pergi bahkan sebelum matahari menyinari Seoul.

Yoona mencoba menghubungi Chanyeol tapi laki-laki itu tidak mengaktifkan ponselnya. Ia akhirnya bergegas membersihkan diri dan pergi menuju perusahaan keluarga Chanyeol. Well, laki-laki itu masih menjabat sebagai CEO di perusahaan keluarganya.

Annyeonghaseyo, Nyonya Park” Tiffany Hwang selaku sekretaris Chanyeol membungkuk memberikan salam hormat kepada istri atasannya tersebut.

“Apa Chanyeol ada di kantornya?” Tanya Yoona to the point.

“Tuan Park tidak datang ke kantor hari ini” Jawab Tiffany yang akhirnya memunculkan sebuah pertanyaan baru. Jika Chanyeol tidak berada di kantornya, dimana laki-laki itu sekarang?

“Apa hari ini Chanyeol memiliki jadwal meeting? Meeting penting ataupun dadakan atau terserah”

“Tidak ada, Nyonya” Jawab Tiffany yakin.

“Apa Chanyeol pernah memberitahumu kemana dia akan pergi hari ini?” Yoona kini lebih terlihat sebagai inspektur investigasi ketimbang seorang istri Park Chanyeol.

“Tuan Park tidak pernah memberitahuku apa-apa, Nyonya. Apa ada yang bisa kubantu?”

“Kau sudah cukup membantuku. Gamsahamnida” Yoona tersenyum kecil lalu kembali ke mobilnya. Ia mengolah setiap ingatannya mengenai tempat-tempat yang sering Chanyeol datangi.

Laki-laki itu hanya akan pergi ke club saat ia sedang stress.

Laki-laki itu juga tidak pernah bermain billiard lagi akhir-akhir ini.

Yoona menyalakan mesin mobilnya lalu menginjak pedal gas menuju salah satu rumah sahabat karib Chanyeol―Byun Baekhyun. Bisa jadi laki-laki itu ada di sana, bukan? Tidak ada salahnya memeriksa.

“Yoona?”

Annyeonghaseyo, Baekhyun-ah” Yoona tersenyum manis.

“Ada apa? Masuklah” Baekhyun sedikit merapat pada pintunya, membiarkan Yoona masuk ke dalam rumahnya.

“Apa Chanyeol datang kemari hari ini?” Tanya Yoona.

Baekhyun menggeleng. “Tidak. Wae?”

Dia tiba-tiba menghilang dan membatalkan bulan madu kami. “Ada yang ingin kubicarakan dengannya”

“Kau tidak mencoba menelponnya?” Tanya Baekhyun.

“Ponselnya tidak aktif” Yoona tersenyum kecil. “Baiklah, aku akan pergi. Gomawo” Setelah mengucapkan salam, ia pamit untuk segera pergi. Entah kemana dengan tujuan yang tidak pasti.

Yoona masih belum menyerah. Ia masih memacu mobilnya ke tempat-tempat yang berkemungkinan besar akan Chanyeol datangi di siang hari terik seperti ini. Jam dengan cepat menunjukkan pukul empat sore. Destinasi terakhirnya adalah restauran kesukaan Chanyeol― Pierre Gagnaire à Séoul―yang terletak di Myeongdong.

“Selamat datang di Pierre Gagnaire à Séoul” Seorang pelayan perempuan menyapanya dengan ramah.

“Aku ingin bertanya,” Yoona berhenti sejenak. “Apa Park Chanyeol datang ke sini hari ini?” Oh, ayolah. Seluruh pelayan hingga pemilik restauran mewah ini tahu siapa ‘Park Chanyeol’ itu.

Ne, Tuan Park Chanyeol datang ke sini hari ini, Nona” Jawab pelayan perempuan tersebut.

Terpampang jelas sorot kaget dalam mata Yoona. “Benarkah? Jam berapa?”

“Tuan Park Chanyeol datang kemari untuk sarapan pagi bersama Nona Im Seohyun, Nona”

Sudah cukup jelas. Sangat sudah cukup jelas untuk Yoona.

Yoona tersenyum hambar. “Terimakasih atas informasinya” Yoona melangkahkan kakinya kembali menuju mobilnya. Duduk di belakang kemudi sejenak dalam diam.

Laki-laki itu mempertaruhkan bulan madu mereka―yang sangat Yoona dambakan―hanya untuk sarapan pagi bersama…adiknya. Yoona akhirnya menyalakan mesin mobil dan memilih untuk pulang. Tidak banyak ia pikirkan selama berada di jalanan. Tapi, hanya ada satu kata yang terngiang di dalam telinganya.

Menyedihkan.

Yoona tersenyum hambar saat mendapati mobil hitam Chanyeol sudah terparkir sempurna di dalam garasi rumah mereka. Yoona mematikan mesin mobilnya yang ia pakirkan di sebelah mobil hitam Chanyeol dan segera keluar lalu masuk ke dalam rumah.

Oppa!” Lalu ada suara tawa.

Langkah Yoona terhenti.

Ia tahu pemilik suara itu.

Yoona melangkahkan kaki jenjangnya, masuk lebih dalam. Chanyeol dan Seohyun sedang menonton sebuah film komedi lalu tertawa bersama lagi. “Ternyata kau sudah pulang, yeoboya” Ucap Yoona saat melewati Chanyeol dan Seohyun hendak menuju kamarnya―kamar utama di rumah ini. Dari sudut matanya ia dapat melihat perubahan raut wajah Seohyun. Adiknya yang satu itu sangat menyedihkan. Pikir Yoona.

“Aku bisa pulang kapanpun yang kuinginkan. Ini rumahku” Ucap Chanyeol.

“Tentu saja, kau bisa pulang kapanpun. Ini memang rumahmu” Timpal Yoona masih tetap tersenyum manis lalu masuk ke dalam kamarnya. Mulutnya terkatup. Ia masih mencoba menahan emosinya. Ia baru saja melepaskan jaket kulit hitamnya saat Chanyeol masuk ke dalam kamar.

“Bereskan barang-barangmu. Seohyun akan tidur di kamar ini malam ini” Beritahu Chanyeol dingin. Menatap Yoona masih dengan tatapan tajamnya―seperti biasa.

Yoona mendengus hambar. Alis kirinya terangkat. “Apa?”

“Aku yakin telingamu masih berfungsi dengan baik”

“Ini bukan kamarnya” Bantah Yoona. “Masih banyak kamar di lantai dua”

“Ini seharusnya menjadi kamarnya. Kamar Seohyun” Ucap Chanyeol cepat dan penuh penekanan. “Kau bisa memilih kamar mana yang ingin kau tempati. Masih banyak kamar di lantai dua” Chanyeol membalikkan perkataan Yoona.

“Kau membatalkan bulan madu kita hanya karena perempuan jalang yang satu itu”

“Aku tidak pernah menyetujui ide bulan madu-mu itu. Dan satu-satunya perempuan jalang yang ada di sini hanyalah kau, Im Yoon Ah-ssi” Sekejap Chanyeol sudah hilang di balik pintu kamar. Tidak ingin berlama-lama menatap Yoona.

Sialan. Umpatnya.

Yoona dengan terpaksa membereskan barang-barangnya. Ia membawa dua kopernya dan sebuah tas makeup menaiki anak tangga. Sangat menyedihkan.

            Yoona berdiri di ujung tangga. Ia masih berada di lantai dua dan langkahnya terhenti saat ia mendengar suara alunan gitar dari ruang tengah. Ia menuruni anak tangga tanpa suara langkah kaki. Ia menahan nafasnya lalu mengintip.

Ganjeolhi barago barandamyeon. Irwojilkka? Donghwa yaegicheoreom. Yeongwonhan dulmanui haepiaending, happily ever after. Namaneun neol mideojugo, jikyeojugo dallaejulkke. Ne pyeoni doelkke. ne gyeoteseo jeoldae an tteona…

I lost my mind. Neoreul cheoeum mannasseul ddae, neo hana ppaego modeun geoseun get in slow motion. Naege malhaejwo. Ige sarangiramyeon. Maeil geudaewa sumanheun gamjeongdeureul. Nanwojugo baewogamyeo. Ssaugo, ulgo, anajugo. Naege malhaejwo. Ige sarangiramyeon

Chanyeol memetik senar gitar terakhirnya, menyudahi lagu yang ia nyanyikan dengan alunan ringan.

“Aku menyukainya. Sungguh” Seohyun bertepuk tangan dan memberikan pujiannya yang semanis gula. “Tapi kurasa suaraku lebih bagus”

“Kau terlalu percaya diri, Nyonya Park” Sergah Chanyeol dan mengundang tawa Seohyun. Keduanya tidak menyadari ada mata madu Yoona yang mengawasi mereka bak CCTV. Yoona menghela nafas, sadar bahwa nafasnya tadi masih tertahan di dada.

Ia kembali melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Mengurung niatnya untuk ‘merusak’ suasana di antara Chanyeol dan Seohyun.

“’Ne pyeoni doelkke, ne gyeoteseo jeoldae an tteona?’ (I will be on your side, I will never leave your side?) ‘Nyonya Park’?” Tanya Yoona pada dirinya sendiri lalu ia mendengus hambar.

“Dia tidak akan pernah mencintai eonni”

            Pagi sekali saat Yoona bangun dan segera menyiapkan sarapan di ruang makan. Rambut cokelat dengan highlights emasnya sudah tersisir rapih dan digerainya hingga menyentuh punggung. Setelah selesai, ia memandang sejenak meja makannya. Ia dengan mudah jatuh cinta pada pekerjaannya sebagai seorang istri―terutama istri Park Chanyeol. Yoona tersenyum kecil. Oh, hatinya bersorak ceria pagi ini.

Yoona baru saja berbalik saat Chanyeol datang dan di belakangnya ada Seohyun yang bergaun putih selutut. “Aku akan langsung pergi” Ucap Chanyeol.

Alis kiri Yoona terangkat. Apa laki-laki ini juga mengatakan bahwa ia tidak memakan sarapannya terlebih dahulu? Tanya Yoona pada dirinya sendiri. Yoona tersenyum kecil. “Jangan pulang larut malam, yeoboya” Secepat mengedipkan mata Chanyeol menghilang dengan menarik tangan Seohyun.

Mulutnya terdiam dan kembali berbalik, memandangi masakannya sendiri yang sudah ia siapkan sejak pagi tadi.

            Satu tahun kemudian.

Yoona mencium pipi anaknya―Dennis Kane Park―yang berada di gendongannya. Ia tengah bermain di halaman belakangnya yang luas. Sinar matahari sangat bagus bukan untuk bayi, bukan?

Lalu terdengar suara deru mesin mobil dan membuat Yoona berbalik. “Daddy pulang!” Sorak Yoona girang lalu berjalan menuju pintu utama rumahnya. Ingin menyambut Chanyeol yang baru pulang dari kantornya.

Senyum Chanyeol mengembang besar saat Dennis menyambutnya. “Hey, boy” Chanyeol meraih Dennis yang berada di dekapan Yoona lalu mencium anak laki-lakinya yang beraroma khas bayi itu.

Yoona tersenyum kecil memandanginya. Lalu Chanyeol mengambil langkahnya meninggalkan Yoona. Perempuan itu melihat punggung panjang Chanyeol yang menjauh dengan Dennis yang berada di gendongan hangatnya.

Chanyeol mungkin masih tidak menerimanya atau pernikahan ini atau apapun yang menyangkut Yoona-dan-Chanyeol, tapi Yoona sudah cukup senang bahwa Chanyeol benar-benar bertindak seperti ayah untuk Dennis. Senyum kecil Yoona berkembang.

“Biar aku yang menjaga Dennis, kau mandilah” Ucap Yoona.

Chanyeol melirik Yoona lalu memandang Dennis. “Baiklah” Balasnya singkat lalu menyerahkan kembali Dennis kepada Yoona dan pergi membersihkan dirinya yang lelah. Oh, Yoona semakin menyukai dirinya yang saat ini sudah sah menjadi seorang ibu. Merawat Dennis, menjaganya, menggendongnya―momentum melahirkan Dennis adalah yang paling Yoona sukai. Well, walaupun saat itu ia mengalami pendarahan hebat.

Ia menyayangi Dennis dan itu tidak perlu diragukan.

Yoona telah duduk di ruang makan. Menunggu Chanyeol untuk makan malam bersama. Seperti biasa, tidak ada interaksi antara Yoona dan Chanyeol. Chanyeol hanya menaruh perhatiannya pada si little Park dan Yoona yang tersenyum kecil melihat tingkah Chanyeol.

Chanyeol mengecup kening Dennis sebelum mereka―Dennis dan Yoona―pergi tertidur. “Selamat malam” Ucap Yoona lalu menaiki anak tangga. Segera pergi tidur.

3:04 AM KST.

Yoona terbangun akibat suara ponselnya yang berisik sekali. Oh, astaga, manusia mana yang harus berbicara kepadanya jam segini. Ada tulisan ‘umma’ terpampang di layar ponselnya.

Yoboseyo?”

Yoona-ya! Yoona-ya!”

            “Ada apa, umma?” Yoona menguap, memelankan suaranya agar Dennis yang tertidur di baby box di dekat ranjangnya tidak terbangun.

Yoona-ya, Seohyun masuk rumah sakit!

Mata Yoona terbuka lebar. “Apa?”

Seohyun masuk rumah sakit! Dia tiba-tiba sesak nafas dan muntah dan pingsan, Yoona-ya!” Lalu terdengar umma-nya terisak keras.

Yoona tiba-tiba bangkit saat mendengar suara mesin mobil menyala.

Itu pasti Chanyeol. Tidak mungkin orang lain.

Laki-laki itu pasti sudah mengetahui berita ini dan segera pergi menuju rumah sakit. Ya, Yoona bisa memastikannya. Yoona memandang baby box Dennis. “Aku tidak bisa meninggalkan Dennis. Aku akan ke sana besok”

            Yoona meninggalkan Dennis di rumah bersama sahabat karibnya―Kwon Yuri. Meminta perempuan berkulit tan itu untuk menjaga Dennis sebentar bersama kekasihnya―Kim Jongin. Yoona melepaskan kacamata hitamnya dan melangkahkan kakinya di koridor rumah sakit bak dia sedang fashion show di atas catwalk Seoul Fashion Week.

Oh, di sana keluarganya. Well, bersama Chanyeol dengan wajah kusamnya. Laki-laki itu tidak pulang. Memilih untuk tinggal menunggu bersama ayah dan ibu Yoona―yang juga orangtua Seohyun.

“Jadi, apa yang terjadi?” Tanya Yoona. Jika mereka mengenal Yoona dengan baik, ada nada tidak peduli pada suaranya. Jika.

“Seohyun mengalami kegagalan fungsi ginjal” Jawab ibunya pelan. Tertunduk dalam lalu kembali terisak.

Ruat wajah Yoona tidak berubah. Masih datar. Tidak tertarik? Ya. Ia tidak tertarik dengan topik ini. Seohyun memanglah adiknya―itu menurut apa yang orang lain lihat. Tapi untuknya, sudah tidak lagi.

“Apa dia harus melakukan cuci darah setiap tiga kali seminggu?” Tanya Yoona sok peduli.

“Kita memutuskan untuk melakukan transplantasi” Jawab ayahnya.

Yoona mengangguk. “Terdengar bagus. Tidak buruk” Timpal Yoona.

“Tuan dan Nyonya Im beserta Tuan Park? Anda bisa masuk sekarang. Hasilnya sudah bisa dilihat” Seorang suster perempuan memberitahu.

Hasil apa? Tanya Yoona pada dirinya sendiri.

Well, namanya memang tidak dipanggil tapi ia ikut masuk ke dalam ruangan dengan dominasi warna putih dan cahaya lampu yang terang tersebut. Ada seorang dokter muda di hadapan mereka dengan name tag ‘Kim Joonmyun’.

“Jadi, bagaimana, Dokter? Apa salah satu dari kami dapat melakukan transplantasi?” Tanya ibu Yoona tidak sabar.

Alis kiri Yoona terangkat.

Tunggu dulu. Jangan terburu-buru. Yoona masih mencerna pertanyaan ibunya.

‘Apa salah satu dari mereka dapat melakukan transplantasi?’

Apa itu berarti mereka mendonorkan ginjal mereka untuk Seohyun? Merelakan diri mereka hidup hanya dengan satu ginjal? Dan Chanyeol juga dengan suka rela mengikuti tes untuk mengetahui apa ginjalnya dapat didonorkannya?

Oh, astaga, Demi Proserpine.

“Aku turut menyesal, tapi ginjal Tuan dan Nyonya Im beserta Tuan Park tidak cocok dengan kondisi tubuh Seohyun. Jika dipaksakan, yang kutakutkan adalah terjadinya rejeksi. Tubuh Seohyun menolak ginjal baru yang Tuan dan Nyonya Im ataupun Tuan Park donorkan” Jelas Kim Joonmyun, membuat ibu Yoona kembali menangis.

“Apa rumah sakit dapat mencarikan pendonor?” Tanya Chanyeol.

“Kami akan berusaha” Jawab Kim Joonmyun dengan sebuah senyum ringan. “Tapi kami tidak dapat menjanjikannya”

            Sudah sepuluh hari semenjak Seohyun dirawat di rumah sakit. Yoona hanya berdiam diri di rumah bersama Dennis dan seorang babysitter. Chanyeol? Tentu saja, laki-laki itu akan memilih untuk tinggal di rumah sakit. Menemani sang Seohyun tercintanya dan hanya pulang ke rumah untuk bertemu dengan Dennis selama satu jam lalu kembali ke rumah sakit.

Terakhir Yoona datang ke rumah sakit? Mungkin minggu lalu. Entahlah, Yoona sendiri juga lupa (dan sebenarnya tidak penting untuk diingat, menurutnya).

Yoona melirik ponselnya. Berdering dan menampilkan ‘umma’ di layar ponselnya.

Yoboseyo, umma. Wae?”

Datanglah ke rumah sakit sekarang. Umma mohon kepadamu” Suara umma-nya terdengar lebih parau dari terakhir kali ia mendengarnya.

Yoona menghela nafas berat. “Baiklah. Aku akan ke sana”

Yoona segera mengganti bajunya dan bersiap-siap. Menitipkan Dennis pada sang babysitter lalu segera menancap gas menuju rumah sakit. Apa mereka sudah menemukan seseorang yang rela mendonorkan ginjalnya? Well, karena sampai saat ini Yoona belum mendengar berita tersebut.

“Ada apa?” Tanya Yoona sesampainya di depan kamar inap Seohyun.

“Yoona-ya, sekarang kau akan melakukan beberapa tes untuk mengetahui kondisi ginjalmu” Ibunya adalah orang pertama yang menghampirinya.

“Untuk apa?”

“Hanya untuk mencari tahu kondisi ginjalmu” Ibunya tersenyum. Yoona terdiam sejenak. “Tidak akan lama dan tidak sakit. Percayalah pada umma

“Baiklah” Jawabnya.

Yoona melakukan beberapa uji, seperti uji golongan darah dan informasi genetik. Well, umma-nya benar. Tidak sakit, tapi cukup memakan wkatu yang cukup lama. Terutama saat harus menunggu hasilnya keluar.

Kini Yoona beserta orangtuanya (Chanyeol memilih untuk menemani Seohyun di kamar inapnya) tengah berhadapan dengan Kim Joonmyun―si dokter muda yang menangani kasus kegagalan fungsi ginjal Seohyun.

Laki-laki berkacamata itu masih membaca sebuah kertas putih yang berada di genggamannya lalu akhirnya ditaruhnya di atas mejanya. “Jadi, Anda adalah kakak Seohyun?”

Ne” Jawab Yoona singkat.

“Ginjal Anda cocok untuk Seohyun, Im Yoon Ah-ssi” Kim Joonmyun tersenyum padanya.

“Benarkah, Dokter? Ginjal Yoona cocok untuk Seohyun?” Tanya ibunya dengan nada tinggi.

“Ya, Nyonya Im” Jawab Kim Joonmyun. Terlihat yakin sekali.

Ibu dan ayahnya memandang Yoona. Tersorot kebahagiaan dalam mata ibunya tetapi Yoona masih tidak mengerti. “Jadi, kapan operasi transplantasi dapat dilakukan?” Tanya ibunya lagi.

“Setel―”

“Whoa, tunggu dulu. Aku tidak mengerti” Potong Yoona cepat. “Umma berkata tes itu hanya untuk mengetahui kondisi ginjalku, bukan untuk mendonorkannya”

“Kita harus tahu kondisi ginjalmu sebelum kau melakukan transplantasi, Yoona-ya. Seperti yang umma, appa dan Chanyeol lakukan” Jelas ibunya.

Kening Yoona mengerut. “Apa aku pernah mengatakan bahwa aku akan mendonorkan ginjalku untuk Seohyun?”

Ibu dan ayahnya terdiam. Kaget, sebenarnya.

Yoona mendengus. “Tidak pernah” Lanjutnya lalu pergi meninggalkan ruangan. Tidak memedulikan suara ibunya yang memanggilnya dan mencoba mengejarnya. Ia segera menginjak pedal gas dan pulang. Yoona tidak bisa berpikir jernih mengapa orangtuanya dengan mudah menganggap ia akan merelakan satu ginjalnya untuk Seohyun.

Ponselnya terus berdering. Ibunya.

Yoona tidak memedulikannya. Menyentuh ponselnya pun tidak ingin. Ia memakirkan mobilnya di dalam garasi dan melangkah masuk ke dalam rumah. Yoona menghela nafas. Ponselnya tidak berhenti berdering dan itu mengganggu telinganya.

Yoboseyo?”

Yoona, datanglah ke rumah sakit. Umma mohon kepadamu. Hanya kau satu-satunya yang dapat menyelamatkan Seohyun, Yoona-ya. Rumah sakit tidak mendapatkan pendonor―

“Kurasa, umma harus berterimakasih kepada penemu tekhnik pencucian darah” Balas Yoona lalu mematikan ponselnya. Well, perempuan bernama Im Seohyun itu masih dapat bertahan hidup dengan melakukan cuci darah tiap minggunya, bukan? Pikir Yoona.

“Hey, anak mom” Yoona meraih Dennis yang sebelumnya berada di gendongan babysitter-nya. Dennis selalu menjadi alasan mengapa hari-harinya begitu bahagia dan mudah merubah mood-nya. Laki-laki kecil ini dapat dengan mudah membuat Yoona lupa akan seluruh masalah yang mendatanginya.

Beberapa hari berlalu, dan ibunya ternyata masih belum menyerah. Apa tidak ada jalan lain selain harus mengambil ginjalnya sendiri?

Yoboseyo?”

Terdengar isakan ibunya pelan. “Yoona-ya, datanglah ke rumah sekarang. Pulanglah, Yoona-ya” Pinta ibunya lirih.

Wae?” Tanyanya tapi ibunya tidak menjawab, malah menangis. “Arasseo. Aku akan datang ke sana sekarang”

Yoona memutuskan hubungan kontaknya dengan ibunya. Ia segera berbenah dan menuju rumah orangtuanya―rumahnya dulu. Tidak ada yang berbeda. Masih seperti dulu. Masih seperti biasanya. Tapi, saat ini tampak lebih sepi. Yoona melangkah keluar dari mobilnya lalu masuk ke dalam rumah. Ada ibunya dengan mata sembab dan ayahnya yang telah menunggunya di ruang tengah.

“Yoona-ya” Panggil ibunya yang dengan menghampiri Yoona.

“Ada apa?” Tanya Yoona datar.

“Yoona-ya, uumma mohon kepadamu. Yoona-ya” Ibunya meraih tangannya lalu digenggamnya dengan kuat dan menangis. “Umma mohon Yoona-ya. Seohyun membutuhkan ginjalmu untuk tetap bertahan hidup”

“Aku juga membutuhkan ginjalku untuk tetap bertahan hidup” Timpal Yoona.

“Yoona, umma mohon, Yoona!” Ibunya mengerang. Tidak kuat lagi menahan tekanan yang menghimpitnya

Umma, dengarkan aku” Yoona berhenti sejenak. “Transplantasi bukanlah satu-satu jalan. Masih banyak jalan yang lainnya. Jangan lupakan cuci darah yang sering kukatakan pada umma

“Hanya transplantasi satu-satunya jalan untuk kembali menormalkan kehidupan Seohyun, Yoona-ya!” Bantah ibunya, masih tetap dengan air mata yang terus berlinang.

“Yoona-ya, Seohyun adalah adikmu. Kau adalah satu-satunya orang yang mendapatkan menyelamatkan nyawanya” Ucap ayahnya.

“Lakukanlah transplantasi itu, Yoona-ya… Seohyun membutuhkanmu saat ini” Ibunya kembali menangis. Tangannya yang digenggam ibunya sudah memanas dan basah karena air mata ibunya yang berjatuhan. “Seohyun harus hidup, Yoona-ya…”

Yoona terdiam. Iris madunya juga ikut diam. Menatap kosong. Nafasnya tertahan, belum ia hela.

Appa dan umma tahu? Dengan kalian meminta ginjalku seperti ini seakan aku ini adalah orang asing dan bukanlah anak kalian. Seakan hanya Seohyun-lah anak kalian” Yoona menatap orangtuanya bergantian. “Jika appa dan umma meminta keputusanku, tidak. Aku tidak akan melakukan transplantasi itu. Tidak akan pernah. Aku akan pulang” Yoona segera kembali ke dalam mobilnya dan menahan kakinya untuk berbalik setiap ibunya memanggil namanya dengan tangisan yang pecah.

Oh, jangan ditanya bagaimana rasanya.

Sakit.

Kedua orangtuanya hanya menginginkan kehidupan Seohyun. Mereka tidak menginginkan kehidupan Yoona. Tidak ada yang menginginkan Im Yoon Ah hidup. Yoona membelokkan setir mobilnya dan memakirkan mobilnya di parking area rumah sakit tempat Seohyun dirawat. Dengan sekali sentakan, pintu mobil tersebut terbuka dan Yoona melangkahkan kakinya dengan tenang―mencoba tenang―dan mencapai ruangan Kim Joonmyun.

“Nona Im?”

Annyeonghaseyo, Dokter. Maaf menganggu” Ucap Yoona pelan.

“Tidak apa-apa. Duduklah” Pinta Kim Joonmyun dengan ramah. “Ada apa yang bisa kubantu?”

Yoona menarik nafasnya lalu menghembuskannya. “Apa yang akan terjadi jika Seohyun tidak mendapatkan pendonor ginjalnya?”

“Dia dapat melakukan cuci darah, walaupun itu tidak efisien” Jawab Kim Joonmyun.

“Dan apa yang terjadi padaku jika aku mendonorkan ginjalku?”

Kening Kim Joonmyun mengerut. “Apa Tuan dan Nyonya Im atau Tuan Park tidak memberitahu Anda?”

“Memberitahuku apa?” Kini giliran kening Yoona yang mengerut. Tatapannya menjadi lebih serius. Apa ada rahasia yang seharusnya ia tahu tapi sampai saat ini belum ada yang memberitahunya?

“Ginjal kanan Anda memiliki kondisi yang baik dan cocok untuk tubuh Seohyun. Itu mengartikan Anda siap untuk hidup hanya dengan ginjal kiri Anda. Menurut hasil tes laboraturium, ginjal kiri Anda memiliki komplikasi dan itu menyebabkan pelemahan. Anda akan diharuskan mengurangi segala aktivitas normal yang biasa Anda lakukan” Jelas Kim Joonmyun.

Yoona masih diam. Bibirnya masih mengatup rapat. Ia masih mencoba mencerna penjelasan Kim Joonmyun yang menurutnya tidak mungkin. Selama ini ia merasa baik-baik saja. Ia merasa sangat sehat, dan kenapa sekarang dokter ini menjelaskan bahwa ginjal kirinya tidak berfungsi dengan maksimal?!

“Tapi, tidak akan terjadi efek samping atau timbulnya penyakit akibat pelemahan ginjal kiri Anda” Ucap Kim Joonmyun yang mengerti raut wajah pucat Yoona. Perempuan ini pasti shock, tebaknya.

“Apa keluargaku tahu mengenai hal ini?” Tanya Yoona lagi.

“Ya, aku sudah memberitahu mereka sejak hasil tes laboraturium keluar”

Detik itu juga Yoona langsung tertawa hambar. Oh, astaga. Ia tidak mengerti dengan keluarganya sendiri. Ia segara bangkit dengan sempoyongan. “Terimakasih atas waktu Anda, Dokter” Yoona segera menghilang dari ruangan Kim Joonmyun dan melangkah menuju mobilnya. Ia masih tertawa hambar dan tersenyum, bertanya-tanya kepada dirinya sendiri.

Orangtuanya tahu bahwa salah satu ginjalnya juga tidak berfungsi dengan maksimal―dan mereka masih menyuruhnya untuk melakukan transplantasi? Menyelamatkan Seohyun dan membunuh Yoona? Itu ide brilian mereka?

Yoona menyetir mobilnya dengan pikiran kosong. Hampir beberapa kali menabrak mobil yang melaju di sebelah atau di depannya. Ia butuh penjernihan pikiran dan itu menuntunnya masuk ke dalam restauran Jepang kesukaannya―The Timber House.

Ia memesan segalanya yang ia sukai―Chawan Mushi, Abura Shimo, Yakimono, Maguro no zuke Donburi―dan mencegah dirinya sekuat mungkin untuk tidak meneguk Red Wine ataupun champagne. Well, ia menyetir sendiri dan malas untuk terlibat dalam sebuah kecelakaan yang diakibatkan oleh pengendara mabuk.

            “Umma mohon Yoona-ya. Seohyun membutuhkan ginjalmu untuk tetap bertahan hidup”

Apa ayah dan ibunya tidak berpikir bahwa ia juga membutuhkan ginjalnya sendiri untuk tetap bertahan hidup?

            “Hanya transplantasi satu-satunya jalan untuk kembali menormalkan kehidupan Seohyun, Yoona-ya!”

Apa ayah dan ibunya berpikir bahwa transplantasi itu akan tetap membuat hidup Yoona normal padahal mereka sudah mengetahui kondisi ginjal kirinya?

            “Seohyun harus hidup, Yoona-ya…”

Apa ia tidak harus hidup?

Berhentilah berpikir, Yoona. Alunan piano itu juga tidak dapat membuat Yoona berhenti berpikir dan membuatnya tenang. Akhirnya yang Yoona lakukan malah melepaskan sumpitnya. Berhenti memakan seluruh makanan kesukaannya dan pergi sebelum makanannya habis.

Ia memilih untuk pulang.

Ia sudah cukup lelah hari ini. Di mulai dari sikap ibu dan ayahnya hingga penjelasan Kim Joonmyun. Setelah sampai rumah nanti, ia hanya ingin tidur bersama anaknya yang tersayang. Ia akan berbaring di sebelah Dennis dan bersenandung pelan hingga Dennis tertidur dan ia juga akan ikut tertidur. Idenya tidak terlalu buruk.

Yoona mendorong pintu rumahnya. Melangkah masuk lebih dalam dan menemukan Chanyeol yang duduk seorang diri di ruang tengah yang hening dan sengap. Laki-laki itu hanya diam. Entah melihat apa yang tidak pasti. Yoona ingin menyapa laki-laki itu, tapi mungkin saja percuma. Yoona lelah, dan Chanyeol juga sudah dipastikan sama lelahnya dengannya. Tapi, laki-laki itu tiba-tiba memanggilnya. Membuat langkahnya terhenti.

“Yoona-ya” Suara berat Chanyeol―untuk pertama kalinya―memanggilnya.

Yoona berbalik. Wajahnya datar―wajah kelelahan. “Ya?”

Chanyeol mendongak, memandang Yoona yang berdiri di dekat tangga siap untuk melangkah menuju kamarnya. Laki-laki tegap itu akhirnya bangkit dan mendekati Yoona. “Ada apa?” Tanya Yoona saat Chanyeol berhenti di hadapannya.

Chanyeol masih tidak menjawab, dan Yoona tidak dapat membaca tatapan Chanyeol. Tidak terbaca. Jantung Yoona mulai berpacu, seperti setiap kali satu detakannya akan menimbulkan satu hentakan pada dirinya.

“Kumohon padamu,” Chanyeol mulai membuka suaranya. “Lakukan transplantasi itu. Untuk Seohyun”

Oh, dan sekarang semuanya sempurna.

Chanyeol juga memintanya untuk melakukan transplantasi tersebut. Hebat, batinnya.

“Kurasa kau tahu, aku tidak akan―”

Badan Yoona menegang saat laki-laki itu tiba-tiba jatuh berlutut di hadapannya. Pandangannya masih menatap lurus, tidak mengikuti Chanyeol. Lalu, terdengar sebuah isakan berat.

Isakan yang pertama kali Yoona dengar dan langsung ia benci.

“Aku akan melakukan apa saja yang kau inginkan jika kau melakukan transplantasi itu, kumohon, Yoona-ya” Suara Chanyeol tiba-tiba menyerak.

“Kau melakukan ini untuk Seohyun?” Tanya Yoona. Bibirnya bergetar pelan dan selaput bening tipis air mata menyelimuti iris madunya. Chanyeol berlutut di hadapannya hanya untuk Seohyun. Ya, hanya untuk perempuan itu. Apakah tidak ada yang mengerti bahwa Yoona juga ingin hidup?

Namun, Chanyeol terdiam dan meraih tangan Yoona.

Ada sengatan listrik yang menjulur dari ujung jarinya. Terasa hangat dan nyaman untuk Yoona. Genggaman Chanyeol pada tangannya―Yoona menyukai itu.

“Aku berjanji padamu, aku akan menemanimu, hidup bersamamu hingga kita berdua tidak ada lagi. Aku berjanji padamu, Yoona-ya” Ucap Chanyeol dan membuat air mata Yoona jatuh lalu segera dihapusnya. “Aku akan mencintaimu”

“Kumohon, selamatkan Seohyun, Yoona-ya!” Teriak Chanyeol lalu tangisnya pecah. Lutut laki-laki itu bergetar pelan.

Apa-apaan ini? Tanya Yoona pada dirinya sendiri.

Setiap suara tangisan Chanyeol mampu mencabiknya. Dan itu juga menyebabkan sakit pada dirinya. Yoona tidak bisa melihat Chanyeol yang seperti ini dan itu membuatnya mensejajarkan dirinya dengan Chanyeol lalu memeluk laki-laki itu. “Ya, aku akan melakukannya. Tenang saja”

Ia tidak bisa melihat Chanyeol seperti ini.

Ia tidak bisa. Dan akan melakukan apa saja agar Chanyeol tidak seperti ini.

Apa saja yang bisa ia lakukan.

            Yoona terbaring di atas ranjang kamar inapnya. Ia baru saja melakukan tes terakhir―CT scan ginjal.

Wow. Berbagai tes yang dilaksanakan sangat mengerikan. Pikir Yoona.

Yoona melirik pintu kamar inapnya yang terbuka dan Yuri melangkah masuk. “Kau tahu aku sedang tidak ingin diganggu” Gumam Yoona lalu tertawa kecil.

“Aku merindukanmu” Timpal Yuri lalu menaruh tas hitamnya di atas sofa. “Jadi, bagaimana keadaanmu?”

“Lapar” Jawab Yoona lalu tertawa dan mengundang tawa Yuri juga.

“Aku akan membawa makanan saat kunjunganku selanjutnya” Gumam Yuri. “Aku serius, bagaimana keadaanmu?” Tanya Yuri lagi dan berdiri di sebelah ranjang inap Yoona.

“Aku merasa baik-baik saja” Jawab Yoona santai.

“Apa kau sudah dapat merelakan satu ginjalmu?” Tanya Yuri.

“Jangan membuatku menyesal, Yul” Iris madu Yoona terputar lalu mereka kembali tertawa.

“Aku hanya bercanda. Aku mendukung setiap keputusan yang kau ambil” Yuri tersenyum, memberikan semangat kepada sahabat kesayangannya ini.

            Hari yang tidak pernah ditunggunya tiba-tiba datang. Hari ini. Ia benar-benar akan melakukan operasi transplantasi itu. Yoona duduk di atas ranjang inapnya, bermain bersama Dennis dengan sebuah miniatur pesawat.

Mom akan merindukanmu” Yoona mengecup pipi Dennis lalu pintu kamar inapnya terbuka, membuatnya menoleh dan tersenyum tipis.

“Apa yang kalian lakukan?” Tanya Chanyeol lalu melangkah mendekati ranjang Yoona dan duduk di pinggirnya.

“Hanya bermain. Benarkan, Dennis?” Tanya Yoona lalu tertawa kecil.

“Kurasa Dennis merindukanku” Gumam Chanyeol lalu meraih Dennis yang berada di gendongan Yoona. Chanyeol memangku anak sematawayangnya itu dengan mata yang berbinar lalu bermain bersamanya. “Dennis beruntung memiliki mom sepertimu”

Yoona tersenyum kecil. Matanya terlihat menyayu.

Kau beruntung karena aku mencintaimu. Jika aku tidak mencintaimu, aku tidak akan bertindak sejauh ini. Batin Yoona. Dan Seohyun beruntung, karena memilikimu.

“Dennis juga beruntung memiliki dad sepertimu” Yoona terkekeh kecil.

Chanyeol memandang Yoona. Menatapnya dalam dengan iris hangat miliknya. Memandang iris madu istrinya. Lalu tersenyum seperti anak kecil. Terpancar jelas sinar kebahagiaan di mata Chanyeol―dan hanya ditujukannya untuk Yoona. Perempuan itu menyadarinya. “Gomawo. Gomawo karena kau―”

“Aku tidak melakukan apa-apa. Hanya operasi transplantasi ginjal, bukan? Itu tidak apa-apanya” Timpal Yoona santai. “Well, dibandingkan dengan saat melahirkan Dennis”

Yoona melirik jam dinding. “Kurasa sudah waktunya”

            Ingin rasanya ia meregang nyawa saja. Matanya terpejam dan kesadarannya hilang, tapi ia merasakan sakitnya.

            “Periksa denyut jantungnya”

            “Menurun, Dokter”

            Serentetan suruhan untuk mempertahankan nyawanya dilakukan. Untuk membiarkan jantungnya tetap berdetak walaupun sangat pelan.

            ‘Seohyun harus hidup, Yoona-ya…’

            ‘Dia tidak akan pernah mencintai eonni’

            ‘Aku berjanji padamu, aku akan menemanimu, hidup bersamamu hingga kita berdua tidak ada lagi. Aku berjanji padamu, Yoona-ya. Kumohon, selamatkan Seohyun, Yoona-ya!’

            ‘Dennis beruntung memiliki mom sepertimu’

            Ketakutkan terbesarnya kini bukanlah kematian yang sejak kemarin mambayangi dirinya. Menghinggap di otaknya seperti nyamuk. Tapi, melihat Chanyeol tidak bahagia adalah ketakutan terkuatnya kini.

            Dan ia mulai ketakutan.

            Jadi, apa sebaiknya ia mati saja?

            Untuk apa mata ini kembali terbuka jika hal pertama yang ia lihat bukan wajahnya? Ia rasa percuma. Saat mata ini kembali terbuka, ia tidak akan menemukan laki-laki itu berada di sebelahnya. Tepatnya, laki-laki itu akan berada di kamar inap di sebelah kamar inapnya ini―kamar inap adiknya. Ya, laki-laki itu lebih memilih berada di sana. Tentu saja.

Yoona mengangkat kelopak matanya yang masih terasa berat. Mencoba beradaptasi dengan sinar yang menyilaukan matanya. Pusing sekali rasanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, menjernihnya pengelihatannya.

“Yoona-ya? Kau sudah sadar?”

Suara itu.

“Aku akan memanggil dokter” Yoona juga mengenal suara yang satu itu. Suara perempuan. Kwon Yuri. Ya, itu pasti dia.

“Oh, syukurlah”

Pandangan Yoona tidak benar-benar bersih seluruhnya. Tapi, ia dapat menangkap sosok yang tengah duduk di sebelah ranjang inapnya.

Chanyeol. Park Chanyeol.

“Aku senang kau sudah siuman” Yoona merasakan elusan pelan Chanyeol pada keningnya. Yoona juga menyadari peralatan rumah sakit yang menurutnya berlebihan yang terpasang pada dirinya.

“Apa yang terjadi padaku? Bagaimana keadaan Seohyun?” Tanyanya pelan, hampir seperti berbisik.

“Seohyun sadar beberapa jam setelah operasi selesai. Dan kau,” Chanyeol menghela nafas sejenak. “Kau koma selama dua hari”

“Dokter sudah datang. Kau akan baik-baik saja, tenanglah” Chanyeol mengecup kening Yoona lalu membiarkan dokter dan beberapa perawat lainnya memeriksa keadaan Yoona. Menyebabkan perempuan itu kembali tertidur.

            “Dimana Dennnis?” Tanya Yoona.

“Aku menitipkan Dennis kepada Yuri dan Kai” Jawab Chanyeol lalu membuka pintu rumah mereka.

Langkah Yoona pelan sekali, membuat Chanyeol harus menuntunnya untuk berjalan dan duduk di ruang tengah. Sudah hukum alamnya setelah transplantasi bahwa Yoona harus mengurangi aktivitas yang biasa ia lakukan selama ini. Hey, ingat, ginjalnya hanya tersisa satu dan itupun tidak berfungsi dengan maksimal?

“Kau lapar?” Tanya Chanyeol.

“Kurasa aku ingin istirahat saja” Jawab Yoona pelan lalu bangkit dan berjalan menuju tangga.

“Yoona-ya, kamar kita ada di sana” Chanyeol menunjuk pintu kamar utama.

Yoona memandang pintu kamar yang ditunjuk oleh Chanyeol lalu tersenyum kecil. “Itu kamar Seohyun. Aku akan istirahat dulu” Dan akhirnya Yoona hilang di balik tangga. Meninggalkan Chanyeol sendirian.

“Ini seharusnya menjadi kamarnya. Kamar Seohyun”

Oh, ya. Chanyeol masih mengingat hal itu.

            Yoona merasakan sinar matahari sedang menyerangnya. Silau sekali. Yoona membuka matanya lalu mengerjapkannya beberapa kali.

Oh, sialan. Ini bukan kamarnya. Batinnya.

Yoona melihat sekeliling. Ini benar-benar bukan kamarnya. Bukankah semalam ia tidur di kamarnya?

Yoona turun dari ranjangnya lalu keluar dari kamar utama dan mencari Chanyeol. Laki-laki itu memanggilnya dari ruang makan dan memaksa Yoona untuk menyusul laki-laki itu ke sana.

“Ap―” Yoona menutup mulutnya rapat.

“Ta-da!” Chanyeol tertawa. “Aku menyiapkan sarapan kali ini dengan sangat istimewa. Aku bisa menjamin rasanya akan sangat lezat”

“Apa kau membeli ini semua?” Tanya Yoona dengan alis kiri yang terangkat.

“Hm, well,” Chanyeol berdehem lalu menelan saliva-nya. “Tidak semuanya. Aku membuat fruit salad itu sendiri” Chanyeol menunjuk semangkuk penuh fruit salad yang dilumuri mayonnaise.

“Apa semalam aku mengalami sleepwalking? Aku berpindah kamar” Gumam Yoona.

“Oh, itu. Aku yang memindahkanmu. Kamarmu bukan di atas, Yoong” Jawab Chanyeol polos. “Duduklah. Aku harus mengambil obatmu. Tunggu sebentar” Chanyeol berlari kecil menuju kamar Yoona. Sedangkan perempuan itu hanya tertawa kecil dan berniat duduk, tapi tertahan karena ponsel Chanyeol―yang ditinggalkan laki-laki itu di atas meja makan―berdering. Yoona meraihnya.

Seohyun.

Oppa, eoddisseo? Aku ingin bertemu dengan oppa. Aku sangat merindukan oppa

Yoboseyo, oppa?

Yoona menghela nafas. “Chanyeol sedang pergi. Sebentar lagi dia akan kembali. Kau bisa menghubunginya lima menit lagi” Beritahunya pelan lalu memutuskan hubungan kontak tersebut. Yoona masih menggenggam ponsel Chanyeol lalu berbalik, dan laki-laki itu sudah berdiri di hadapannya kini. “Seohyun baru saja menelponmu. Maafkan aku karena lancang menjawabnya. Dia bertanya kau sekarang berada dimana dan dia merindukanmu” Yoona menyodorkan ponsel emas tersebut lalu duduk setelah Chanyeol meraihnya. “Hubungilah dia kembali. Kurasa dia sedang terkena serangan panik saat ini”

            Setiap harinya Yoona mengamati setiap hal yang dilakukan Chanyeol. Laki-laki itu memang menyanyikannya lagu atau memainkan gitar sebelum ia tidur lalu laki-laki itu juga akan ikut terlelap di sebelahnya. Laki-laki itu lebih sering menjaga Dennis ketimbang Yoona. Laki-laki itu selalu mengingatkannya meminum obat dan terkadang menggodanya jika ia tidak mau meminum obat.

Laki-laki itu bertindak seperti suaminya.

Tapi, ada di satu sisi mengatakan bahwa Chanyeol masih belum bisa melepas Seohyun. Home screen ponselnya adalah foto Seohyun dan dirinya―Chanyeol. Ia melarang Yoona melihatnya, menyentuh ponselnya saja tidak boleh. Suatu hari, Yoona tidak sengaja menemukan dompet Chanyeol yang tertinggal. Dan sama halnya, di dalamnya masih terdapat foto Seohyun.

Laki-laki itu sudah jatuh cinta kepada Seohyun terlalu dalam. Dan Yoona tidak dapat mengelaknya.

“Hati-hatilah” Ucap Yoona sembari tersenyum kecil lalu Chanyeol mengecup keningnya sebelum berangkat ke kantor.

Awalnya, Yoona hanya berencana untuk menghabiskan waktunya dengan menonton film. Tapi, mata madunya tidak sengaja melirik sebuah lemari yang penuh dengan album foto. Ada sebuah album putih yang sudah berdebu―album kesukaan Yoona.

Baru ia membukanya, Yoona tertawa. Oh, foto pertama yang ia lihat adalah foto masa kecilnya dengan Yuri. Well, mereka adalah teman semasa kecil. Sahabat masa kecil, lebih tepatnya. Tumbuh bersama dengan ide-ide gila yang sering mereka lakukan.

Lalu ada foto dirinya saat Seohyun baru dilahirkan. Lagi, fotonya dan Seohyun saat sedang berlibur ke pantai. Beberapa halaman album tersebut penuh dengan fotonya bersama Seohyun dan orangtuanya.

Beberapa halaman terakhir album kesayangannya itu, ada foto pernikahannya bersama Chanyeol.

Ia cantik sekali dengan gaun pengantin putih berekor panjang. Membawa sebuket bunga, tiara kecil yang berada di puncak kepalanya, bibir tipis pink-nya membentuk bulan sabit indah selama acara pernikahannya.

Jadi, seperti inilah rupa Im Yoon Ah yang tergila-gila dengan Park Chanyeol hingga melakukan segala cara untuk mendapatkan laki-laki itu?

Yoona kembali tertawa.

Wow. Dia sangat mencintai Chanyeol. Batinnya.

Lalu lembar terakhir adalah foto saat Dennis baru dilahirkan. Ada si kecil Dennis, dirinya dan Chanyeol di dalam foto tersebut. Album putih itu memuat seluruh cerita Yoona dari awal mulainya.

Dan ia tidak akan pernah menyesali hidupnya ini.

            “Kau merasa lebih baik?” Tanya Chanyeol sembari menyendok makan malamnya.

Yoona mengangguk. “Ya. Obat-obat itu membuatku lebih baik”

“Besok kau harus datang ke rumah sakit untuk checkup” Beritahu Chanyeol.

Yoona mengangguk. “Ya, aku mengingatnya”

“Tenang saja, aku akan menemanimu” Gumam Chanyeol.

Yoona memandang Chanyeol. “Kau yakin?”

Chanyeol berhenti menyendok lalu membalas pandangan Yoona. “Ya, tentu saja. Mengapa aku harus tidak yakin?” Tanyanya balik.

“Besok adalah hari ulang tahun Seohyun” Ucap Yoona santai―mencoba santai―saat sakit itu mulai menjalar dari ujung jarinya dan mencoba meraih detak jantungnya.

Chanyeol terdiam. Terlihat rahangnya mengeras. Ia mengalihkan pandangannya, menolak memandang Yoona lagi. Bukankah sudah dikatakan bahwa Chanyeol sangat mudah untuk dibaca Yoona?

“Kupikir, mungkin kau ingin menghabiskan hari istimewanya dengan bersamanya. Dia pasti akan sangat senang” Gumam Yoona.

Chanyeol kembali memakan makan malamnya. “Aku tidak mengerti”

“Kau berpura-pura tidak mengerti” Timpal Yoona santai, namun sekilas terdengar nada serius.

“Aku akan tetap mengantarmu checkup besok” Sergah Chanyeol.

“Aku tahu keinginanmu untuk bisa pergi bersama Seohyun besok. Pergilah. Ajak dia makan di restaurant kesukaannya, atau ke Lotte World, atau hanya menonton film komedi kesukaannya. Lakukanlah. Tenang saja, beso―”

“Apa yang sedang kau bicarakan?” Potong Chanyeol dingin. Ia menatap Yoona dengan tajam. Seperti tatapannya kala dulu itu. “Aku sama sekali tidak mengerti. Yang ingin kulakukan besok hanyalah mengantarmu checkup dan menemanimu. Itu saja yang ingin kulakukan”

“Kau masih mengingat janjimu?” Tanya Yoona pelan.

“Itu adalah alasan mengapa aku ingin menghabiskan hari-hariku bersamamu. Tidak hanya besok, tapi setiap hari. Sampai kita berdua tidak ada lagi” Suara Chanyeol merendah.

“Jangan lakukan janjimu itu” Ucap Yoona, memandang wajah sempurna Chanyeol. Laki-laki itu kaget. Matanya membulat dan seperti tersentak. “Jangan melakukannya. Percayalah padaku, kau akan menyesalinya seumur hidupmu”

Wae? Aku tidak akan menyesal seumur hidupku seperti apa yang baru kau katakan” Bantah Chanyeol.

“Jangan menemaniku, jangan bersamaku hingga kita berdua nanti tidak ada. Jangan mencintaiku, sungguh. Kau terlihat tersiksa dengan janjimu sendiri” Yoona tertawa hambar. Yoona meraih tangan Chanyeol lalu digenggamnya tangan yang lebih besar dari tangannya itu. “Kau tidak akan pernah menemukan bahagia jika masih bersamaku. Salahku dari awal karena terlalu memaksakan kita. Temuilah Seohyun, atau perempuan manapun yang dapat menemukan kebahagiaan untukmu” Bibir pink-nya melengkung indah, memandang manik mata Chanyeol hangat. Yoona mengelus kening Chanyeol. Kulit laki-laki itu terasa sama seperti kulit Dennis di tangannya.

Chanyeol melepaskan tangannya dari genggaman Yoona dan balik menggenggam tangan perempuan itu. “Aku sudah menemuinya. Terimakasih karena sudah menemukan kebahagiaan untukku, Park Yoona-ssi” Chanyeol merengkuh wajah Yoona lalu diciumnya lebih bibir tipis pink Yoona.

Manis sekali.

            Aku tidak tahu apa aku salah dari awal atau tidak. Dari pertama saat aku memasukkan obat itu ke dalam minumannya hingga menikah dengannya, merebutnya dari adikku sendiri. Aku tidak tahu, apa aku salah?

            Hampir seluruh manusia di dunia ini akan menjawabnya salah. Mereka akan memandang dengan sebelah mata mereka. Tapi, cobalah menjadi diriku. Aku tidak keberatan. Kau akan merasakan perasaan yang menggebu-gebu, tidak bisa kau tahan dan ingin keluar begitu saja. Begitu liar dan buas.

            Jadi, apa aku salah jika mencintainya?

            Dia memberikan hidup yang tak kusangkan dia akan memberikannya.

            Aku tidak memiliki bayangan bahwa cerita hidupku akan seperti ini. Aku sama sekali tidak pernah membayangkannya.

            Tapi, dia membuat semuanya nyata. Terjadi begitu saja seperti kau menjentikkan jari. Setiap harinya dia akan selalu menjadi bagian dari hidupku. Dia akan selalu ada di sana, menjadi istriku. Dan aku tidak menyesali hal itu.

            Jadi, aku mencintainya. Mulai saat ini hingga kita berdua tidak ada lagi.

 

T H E   E N D 

Author's Note: Ini adalah FF Marriage Life requestan salah satu reader yang request via Instagram dan Line. Maaf banget ya kalo bad typing atau gak sesuai sama apa yang kamu mau. Dan maaf juga kalo kepanjangan dan alur yang kecepetan & jadinya lama banget. Semoga suka 🙂 Warm Regards- Clora.

14 thoughts on “SACRIFICE

  1. Huaaaaaa
    Sequel juseyo~
    Aku masih ngira chanyeol cinta seohyun thor
    Suka bngt sama karyamu, ini, itu, semua karyamu.
    Keep writing !!

    Like

  2. unutng itu bukan sehun..
    hahaha
    nyesek banget bacanya walaupun akhirnya chanyeol cinta sama yoona
    kurang detail gimana ceritanya chanyeol bisa cinta sama yoona
    jadinya kurang percaya kalau chanyeol bener-bener cinta sama yoona

    Like

  3. pertama baca nya nyesek, tapi ending nya sukaa akhirnya Chanyeol mencintai yoona. kurang jelas sih knp chanyeol mencintai yoona, bukan seohyun lagii ?? berharap ada sequel nya hehehe 🙂 lanjtkan FF selanjutnya author

    Like

  4. Yaaahh.. Seperti cerita yang sebelumnya, lebih menyakitkan yang ini karna terlalu detail kesedihan Yoona. Sumpah Nyesek banget saeng..
    Emang kalau orang awam yg Nilai Yoona itu jahat sama adeknya sendiri, tapi Yoona juga punya luka bathin tersendiri. Mengingat perlakuan Chanyeol selama menikah. Yg scene2 terakhir ngga di hitung ya?
    Apalagi Ortunya Yoona. Hmm rasanya pengen kasi tau Yoona kalau melarikan diri dari Chanyeol dan keluarga akan lebih baik. Emang benr2 dah, rasanya Yoona seperti orang yg tdk diinginkan hidup tau ga.
    Aaahh unek2 saya sebnernya masih banyak saeng.. Tp dri panjangnya kayak kereta apai, mending saya sudahi saja. Xixixiix
    masalah Story, feel, alur cerita dll. Selalu keren bin Daebaaaakkk!! Ditunggu ff selanjutnya.

    Like

  5. masih bingung sih ini happy atau sad end
    orangtua yoona emangnya nggak sayang ya sama yoona
    seohyun juga nggak terimakasih gitu diselamatin sama kakanya
    juga yoona koma,orag tuanya kemana kok cuma chanyeol
    pengin di buat yang chanyeo lside dong,ini kan yoona side
    coba di buat yang chanyeol side biar nggak penasaran
    kasihan banget yoona kalo orang tuanya pilih kasih
    dia bahkan lebih keliatan deket sama yuri di banding sama adiknya sendiri
    nyesek banget bacanya

    Like

  6. istt, sedih loh bacanya. knpa smuanya sprt itu pd yoona?? seolah olah hanya ada seohyun. eumm
    dan chanyeol, apahkah tulus pd yoona?? seharusnya yoona dan dennis pergi saja, punya suami tp memikirkan org lain. uh

    Like

  7. Alah alah, ngenes banget si YoonA…
    entah mau komen apa lagi, soalnya dari apa yang saya baca (bahasaku ya ampun), si YoonA malah kayak psikopat XD /peace/ :v atau bisa dibilang semipsikopat (?) karena dia mau donorin ginjalnya buat SeoHyun (walaupun juga karena ChanYeol sih)…
    Bahasanya, serius, suka banget. Kebanyakan ‘well’ XD /peace/ tapi keren keren… ada beberapa typo sih tapi bukan masalah besar
    Endingnya, ngenes, dan nggantung, tapi saya suka ending yang seperti itu XD

    Like

Leave a comment